Hari ini terasa sangat menyejukkan karena pagi ini aku dan kakakku mengikut ayah bertani di tengah pematang sawah yang luas dan hijau.
Kami
bertiga berjalan kaki menuju sawah milik ayah. Hari yang cerah dengan matahari
pagi yang malu-malu menunjukkan dirinya di ufuk timur menyertai sambutan burung
bangau yang sedang berterbangan menuju arah matahari terbit itu dengan gembira
mengepakkan sayapnya tanpa ada beban yang berputar-putar di dalam dirinya saat
pagi hari itu. Serangga mulai melompat-lompat dari pucuk rumput menuju pucuk
rumput lainnya, embun pagi jatuh gemulai mengelitikki tanah-tanah yang gembur
di lahan yang luas. Perempuan desa mulai berjalan pergi menuju kebun untuk
memetik buah-buahan yang telah bermunculan di pohon. Pedagang memulai
pekerjaannya menjual rempah-rempah dan sandang pangan yang di dapatinya dari
pasar lokal yang berdekatan dengan desa.
Setibanya
kami di tengah pematang sawah, kami membantu ayah menggarap sawahnya. Ayah
mempersiapkan arit untuk membenahi sawahnya yang telah panen dan yang masih
bertumbuh lucu berwarna hijau cerah. Dengan senang gembira kami melakukan
perintah dari ayah untuk menggarap sawahnya. Ditemani oleh serangga-serangga
kecil yang berwarna merah kehitam-hitaman. Ayah pun juga begitu semangatnya
sangat membara ketika membenahi sawahnya sendiri, seakan ia sedang mendidik
anaknya yang sangat disayanginya, dengan lembut ia menggarap sawahnya dengan
arit yang tajam seakan dapat merobek sepi yang ada di tempat kami berada.
Aku
selalu melihat dan meminta tolong pada ayah untuk mengajariku cara menggarap
sawah dengan baik dan benar. Dengan lembut ayah mengajariku caranya. Hingga
waktu tak terasa aku menemani ayah menggarap sawahnya. Matahari mulai setengah
naik di atas kepala. Menunjukkan hari sudah menjadi siang bolong dimana manusia
berhenti sejenak bekerja untuk melepaskan lelah dari pekerjaannya.
Setibanya
siang hari yang datang menghampiri dunia. Sangat panas sekali saat siang hari
di tengah pematang sawah ini. Hingga kami bertiga bersepakat untuk berhenti
sejenak dari panasnya matahari yang sudah di atas kepala. Ayah membawa bekal
untuk kami yang dibuat oleh ibu saat pagi hari sebelum kami pergi ke sawah.
Kami memakannya dengan lahap tanpa satu butir nasi dan lauk tersisa. Hingga
selesai makan membuatku terkantuk-kantuk karena kekenyangan.
Aku
tak sadar tertidur untuk sementara waktu sehingga ayah membangunkanku dengan
menggoyang-goyangkan badanku yang kecil ini. Aku terkejut saat ayah
membangunkanku, aku kira waktu sudah menjadi sore hari. Saat aku bangun ayah
berbicara pada kami, “nak, ayah ingin pergi sebentar untuk menemui ibumu
dirumah. Kalian berdua tetaplah disini, jagalah sawah ayah agar tidak ada hama
yang datang merusak sawah ayah. Kalau sawah ayah rusak, kita tidak bisa memberi
kebahagian kepada manusia yang sedang kelaparan di tengah kejamnya dunia ini.
Maka jagalah sawah ini sampai ayah kembali,” ujar ayah sembari ia bersiap untuk
pergi. “baiklah, aku akan berjaga untuk ayah, aku akan melaksanakan perintah
ayah dengan baik.” Kataku sembari melihat ayah bersiap-siap.
Aku
dan kakakku berjaga di bale yang ada di tengah pematang sawah tanpa kedip mata
sekalipun untuk mengawasi sawah milik ayah yang luas. Kakakku berjaga sambil
memandangi langit yang cerah dan ditemani layang-layang yang melayang di langit
cerah itu. “lihatlah, layang-layang itu sangatlah indah dan bagus ketika ia
terbang di langit, aku ingin sekali mempunyainya,” kakakku berkata sambil
memandangi layangan itu. Aku hanya memandanginya sebentar layang-layang itu dan
berkata, “iya itu sangat indah ketika kita bisa bermain layang-layang itu.
Sungguh sangat menyenangkan.” Kataku.
Kakakku
masih saja terus memandanginya, sehingga ia melihat layang-layang yang putus
talinya dan menghampiri bale yang ada di pematang sawah. “Lihat, layangan itu
menuju kemari, aku akan mengejarnya. Ayo ikut bersamaku,” kata kakakku dengan
semangatnya ingin mengejar layangan itu. “ Jangan kak, kita sedang melaksanakan
perintah dari ayah untuk menjaga sawah ini hingga ayah datang,” katakku sembari
melarang kakak untuk mengejar layangan itu. “Ah kali ini saja aku ingin
mempunyai layangan itu, ayolah sebentar saja aku ingin mengejarnya.”
Kakakku
pergi mengejar layangan yang menuju ke tengah pematang sawah itu.
“
kak, kembalilah tetaplah menjaga sawah ini untuk sebentar saja hingga ayah
kembali.” Ujarku.
“Kamu
jagalah sebentar, aku hanya ingin menangkap layang-layang itu, kalau kamu mau
ikut, ikutlah denganku.” Ujar kakaku bersiap untuk mengambil layangan itu.
“Aku
tidak ikut, aku akan tetap menjaga disini.” Ujarku, Kakakku berlari menuju
layangan itu, hingga ia tidak terlihat dengan kedua bola mataku yang kecil. “
Ah biarkanlah dia, aku akan tetap melaksanakan perintah ayah untuk menjaga
sawah ini.”
Lalu
beberapa lama kakakku datang dengan membawa layang-layang yang dikejarnya itu.
“hei lihat kan betapa menyenangkan aku mendapatkan layangan ini, ayo bermainlah
sebentar untuk melepaskan lelah setelah menggarap sawah ayah,” ujar kakakku. “
Tidak, aku menolak. Aku harus tetap menjaga sawah ayah,” ujarku, “ayolah
sebentar saja kita menikmati layangan ini,” ujar kakakku sembari merayuku untuk
bermain layangan itu. “ Aku tidak mau, aku harus tetap menjaga sawah ini.”
Dengan wajah kecewa kakakku menatapku, “ah sudahlah terserah kamu saja, aku
ingin bermain dulu sebentar, kamu jagalah sawah ayah.” Ujar kakakku.
Aku
hanya dapat melihat kakak bermain layang-layang yang telah didapatnya itu. Aku
tetap berjaga untuk melaksanakan perintah dari ayah, aku tidak mau mengecewakan
ayah karena untuk bermain layang-layang.
Tidak
lama kemudian ayah datang kembali ke bale tempat aku berjaga. “Dimana kakakmu
?” ujar ayahku sembari mencari-cari kakakku. “Kakak sedang bermain
layang-layang yang ia dapatkan, ia sekarang ada disana,” ujarku sambil menunjuk
kakakku yang sedang bermain.
Ayah
memanggilnya dengan suara keras, sehingga suara ayah menggema ke seluruh
pematang sawah yang ada di sini. Kakakku datang menghampirinya dan ayah
berkata, “ kau kemana saja, lihatlah adikmu yang tetap berjaga disini melakukan
tugasnya dengan baik. Padahal aku sudah membelikan kalian berdua layang-layang
yang lebih bagus karena kalian sudah membantu ayah. Dan ayah kira dengan
perintah ayah, kau akan melakukan dengan baik seperti adikmu.” Dengan wajah
malu kakakku menundukan kepalanya dan berkata, “ aku minta maaf ayah.” Ia
sangat malu dan bersalah karena tidak melakukan perintah ayah. “aku menyesal
membeli hadiah untukmu, karena kau tidak melakukan tugasmu dengan baik, maka
kau tidak akan aku beri hadiah itu, dan contohlah adikmu yang melakukan perintah
dengan baik. Lihatlah dia.” Dengan wajah geram ayah memarahi kakak. “aku sangat
minta maaf ayah karena tidak melakukan tugasmu dengan baik, aku sungguh minta
maaf.” Ujar kakakku. Ayah masih kecewa dengan kakakku, hingga kami bertiga
pulang dari pematang sawah.
Setibanya
dirumah aku melihat layang-layang yang sangat besar dibanding yang didapatkan
kakakku tadi. “Wahh, layang-layang itu sangat besar dan indah,” ujarku dengan
kagum. “Aku membelinya untuk kalian berdua, tetapi karena kakakmu tidak melaksanakan
tugasnya dengan baik, maka aku hanya memberikan padamu.” Ujar ayahku. Aku
melihat kakakku, ia termenung dengan wajah menyesal karena tindakannya tadi. “
Lihatlah, kalau sedikit saja kau bersabar untuk melakukan perintahku, maka kau
juga akan mendapatkan layang-layang itu. Kau harus belajar dari kesalahanmu
itu.” Ujar ayahku. “baiklah ayah, aku sangat minta maaf karena tidak melakukan
apa yang kau suruh. Aku tidak akan mengulanginya lagi.” Ujar kakaku sembari
menyesal dengan perbuatannya. “ Nah, mulai esok bersabarlah untuk mendapatkan
sesuatu yang kamu mau, kamu akan mendapatkan yang lebih indah dengan
kesabaranmu itu. Bahkan tuhan akan memberimu keajaiban. Itu adalah pelajaran
untukmu, untuk hidupmu kelak nanti. Jika kau bertindak gegabah maka kau akan
mendapatkan hal yang sama seperti ini.” Ujar kakakku.
Kakakku
sangatlah menyesal dengan tindakan gegabahnya. Hingga aku mendapatkan makna
yang telah diberi oleh ayah. Maka manusia yang bersabar dan melakukan dengan
baik ia akan mendapatkan hal yang baik juga.
0 comments:
Post a Comment