Pages

Saturday, 11 April 2020

Mimpi Sang Raja Baru



Hari ini aku mengalami berita duka yang sangat mendalam. Kepergian untuk selamanya terjadi kepada ayahku saat ini. Ayahku adalah seorang raja yang sangat terkenal ketika ia memimpin kerajaannya pada saat masa jabatannya itu. Ia dikenal dengan raja yang bijaksana dengan kharismanya yang sangat berwibawa. Semua rakyatnya merasa sangat kehilangan sosok rajanya itu.
Pada saat upacara pemakaman ayah, banyak sekali yang mendatanginya hingga menjadi sangat runyam dan diterpa terik matahari yang berada di atas kepala. Semua orang yang berdatangan bersedih kehilangannya. Seolah tak ada lagi yang menggantikan ayahku menjadi raja. Bagi mereka yang sedang bersedih bahwa sosoknya sangatlah murah hati, walaupun ia adalah seorang raja. Tetapi ia bisa menjadi rakyat biasa ketika ia berkeliling di tengah rakyatnya. Sosok bijaksananya tak pernah terlupakan dalam ingatan rakyatnya.

Setelah selesai berkabung dalam pemakaman ayah, para bawahan raja, mahapatih, mantri, patih, senopati, hingga para tentaranya merundingkan kekosongan bangku kekuasaan yang sangat besar itu. Mereka sesekali menatap padaku yang tak tau apa apa tentang kekuasaan. Seolah aku akan menggantikan tahta ayahku yang akan menjadi pengganti raja kelak kemudian. Aku hanya seorang putra raja yang berusia 18 tahun saat ini. Kemungkinan aku dapat menggantikan ayahku menjadi raja. Hingga para bawahan ayahku selesai berunding dengan wajah yang serius. Mereka lansung berpaling ke hadapanku hingga berkata padaku, “ kau akan menggantikan ayahmu, kaulah satu satunya putra yang dimiliki ayahmu. Esok bersiaplah kami akan mempersiapkan waktu untuk penobatanmu sebagai raja baru.” Mereka mengatakannya dengan serius. Aku terkejut hingga tak bisa berkata apa-apa karena menduduki posisi raja itu adalah hal yang paling berat dalam hidup. Posisi itu menunjukkan bahwa aku harus siap untuk kerajaan yang akan aku pimpin nanti dan rakyat yang harus kusejahterakan dengan damai dan tenang dalam kehidupannya.

Tiba dirumah aku masih memikirkan hal itu, hingga aku tak dapat tidur untuk mengistirahatkan badanku sejenak. Karena esok adalah hari penobatanku, kamarku dijaga ketat oleh penjaga yang membawa pedang besar dan tameng untuk melindungiku dari segala ancaman yang ada. Hingga ada pelayan yang selalu menemaniku untuk memberikan segala tenaganya melayaniku saat ini. Suasana saat itu sangatlah terjaga tak ada seorangpun memasuki kamarku kecuali pelayan, serta orang-orang yang mempunyai kedudukan di kerajaan.

Aku masih saja tak bisa tenang karena memikirkan hari esok. Pikiranku menjadi semrawut. Hingga tak sadarkan diri aku sejenak memejamkan mata dan tertidur. Tanpa disengaja aku bermimpi seolah besok aku sudah ada di depan singgasana dengan pelayan yang melayaniku untuk menjadi raja. Dalam mimpi itu aku mengikuti pelayanku untuk mengambil jubah yang indah diselimuti permata dan berlian di setiap ujung lengan jubahnya dan peralatan untuk penobatannya besok hari. Aku mengikuti pelayan itu hingga memasuki jalan kecil yang bau dan kotor. Banyak anak kecil yang kurus, badannya kering kerontang, wajahnya sangat kusam seperti tempat itu. Aku melihat seorang suami istri sedang menenun jubah yang indah, aku terpesona melihat jubah itu. Suami dan istrinya itu memandangiku dengan aneh dan berkata, “siapa kau? Apakah kau orang dalam kerajaan yang mewah itu?,” pasangan itu berkata.
“Untuk siapa jubah itu.” Aku bertanya kepada pasangan suami istri itu yang sedang menenun jubah yang sangat indah itu.
“Oh jubah ini untuk tuan kami,” mereka menjawab pertanyaanku. “Ya tuan kami, ia serupa seperti kami, tidak ada beda dari bentuknya. Namun yang dapat membedakan adalah ketika tuan kami memakai baju yang sangat bagus, kami hanyalah memakai baju bekas yang penuh tambalan untuk menutupi lubang di baju kami, saat tuan kami bersenang-senang, kami bersusah payah untuk mencari sebutir nasi yang akan kami makan, sedangkan ia sedang kekenyangan dengan hidangan makanan mewah di sana.”
Sang raja kaget dengan pernyataan pasangan suami istri itu. “ kau hidup bukan di zaman para manusia keji datang untuk menjajah tempat ini, dan ini juga bukanlah peperangan saat kau tertangkap oleh serdadu musuh dan kau di jadikan budak.”
“ Ya memang bukanlah zaman seperti itu, tapi di saat seperti ini mungkin kau harus tau, bahwa tak ada perang, tak ada penjajahan. Bahkan saat ini adalah dimana setiap orang miskin harus mematuhi orang yang kaya. Dan tanpa sadar orang kaya menjadikan orang miskin sebagai budak, dengan nama penggantinya yaitu pekerja.” Ucap pasangan itu dengan menundukkan wajahnya.
“Aku tidak menyangka hal ini.” Ucap sang raja dengan heran
“Kau memang tak pernah menyangkanya, bahwa ini adalah kenyataan. Dan inilah adanya tentang si kaya dan si miskin.” Ucap pasangan suami istri itu

Aku tak menghiraukan ucapan mereka itu, bahwa hanya ada sedikit rasa simpati terhadapat mereka. Lalu aku menghampiri pelayanku yang menyinggahi tempat ukir kayu, di tempat itu aku melihat beberapa manusia sedang bekerja mengukir kayu dengan wajah pucat dan tubuh yang kurus. Aku kaget ketika melihat ada kakek tua yang masih bekerja sebagai pengukir kayu itu yang terlihat sudah tak seharusnya bekerja.
“ Kau masih bekerja sebagai pengukir kayu di usia seperti ini?” ucapku dengan heran melihatnya. “iya aku masih mengukir kayu disini, bahkan kali ini aku mengukir tongkat indah untuk tuan kami.” Ucap kakek itu menjawab pertanyaanku
“memangnya seperti apa tuanmu? Sehingga kau masih harus bekerja sebagai pengukir kayu.” Ucapku.
“Tuanku sama sepertiku, hanya saja ia keturunan bangsawan. Aku mengukirnya untuk kebahagiaannya. Bahkan untuk mendapatkan kayu ini aku sampai kehilangan salah satu keluargaku, yaitu cucuku. Karena disaat aku mencari kayu bersama cucuku, binatang buas tiba-tiba datang dengan wajah kelaparannya, aku diam terpaku dan menyuruh cucuku untuk segera pergi dari sini. Hingga kami berdua lari dengan terengah-engah karena kejaran hewan buas yang menggila karena kelaparan itu. Tapi aku tak sadar bahwa seketika cucuku jatuh terpental jauh, hingga binatang buas itu datang menghampiri dan mencabik-cabik badan cucuku. Aku hanya diam seperti patung melihat kondisi cucuku yang hancur lebur di makan binatang buas. Aku pulang dengan membawa tubuh cucuku yang berantakan dan kayu untuk dijadikan sebuah tongkat.” Ucap kakek itu dengan menahan tangis.
“Aku turut sedih mendengar kisahmu itu, memangnya siapa tuanmu?” ucapku sembari bertanya padanya.
“Tuanku adalah raja yang esok akan dinobatkan sebagai raja baru, dan ini tongkat yang indah untuknya.”
Aku tersentak bangun dari mimpiku dan napasku terengah-engah karena mimpi itu. Perasaanku resah karena mimpiku tadi, aku mencoba kembali tidur lagi untuk menenangkan diri. Aku bermimpi lagi di dalam tidurku. Saat itu aku sedang berada di lubang tambang besar dan di penuhi para penambang. Tambang itu adalah tambang emas yang berada di kaki pegunungan yang luas. Aku berjalan dan melihat pekerja yang sedang kelelahan. Pekerja yang kelelahan itu berisitrahat sejenak di bawah pohon rindang. Aku menghampirinya dan berkata. “Apakah kau seorang penambang disini juga?” tanyaku. “iya aku pekerja di tambang ini, tambang ini sangat mengerikan, tambang ini sudah memakan banyak korban karena alam tidak pernah main-main saat diganggu oleh manusia yang serakah.” Ucap pekerja itu.
“Apa yang kau maksud mengerikan?” ucapku dengan heran.
“ya ini sangat mengerikan jika kau tau, semenjak ada tambang ini sering sekali terjadi bencana, di dalam tambang maupun di luar tambang ini. Saat tambang ini beroperasi keesokan harinya turun hujan deras yang tiada henti hentinya, hingga saat puncaknya hujan menjadi badai, tanah menjadi longsor mennghancurkan pemukiman warga yang ada di sekitarnya, bahkan hampir satu desa terkena tanah longsor itu. Dan desa itu adalah desaku, saat terjadi longsor aku masih bekerja di tambang ini dan aku tak tau apa yang terjadi di desaku. Hingga aku kembali desa sudah hancur tertimpa runtuhan tanah yang dekat dari tambang emas ini. Tanah itu menimpa rumahku yang di dalamnya ada istri dan anakku yang masih berumur 3 tahun. Aku sangat bersedih karna tak dapat melihat mereka lagi. Bahkan aku ingin bunuh diri karena tambang ini.” Ucap sang pekerja itu dengan kesedihan yang ia alami.
“aku turut bersedih karena kau telah kehilangan keluargamu, memangnya adanya tambang emas ini untuk apa?” aku bertanya kepada pekerja itu. “ tambang emas ini untuk kebutuhan bangsawan dan tuan kami.” Ucap pemuda itu. Aku menjadi heran untuk apa mereka lakukan ini hanya untuk bangsawan dan tuannya itu. Sehingga aku semaki sangat ingin mengetahuinya.
“yang kau sebut tuan kami itu siapa?” ucapku dengan rasa ingin tahu. “tuanku adalah raja baru yang akan di nobatkan besok hari.” Ucap pekerja itu.
Aku terbangun lagi dan nafasku terengah-engah karena mimpi itu, jantungku berdebar sangat kencang. Dan tak sadar bahwa hari sudah menjadi pagi. Waktu penobatanku hari ini. Aku masih mengingat mimpi itu. Aku ragu dengan penobatan itu karena mimpi yang aku alami selama aku tidur. Saat pelayan datang membawakan peralatan untuk penobatanku, aku menolaknya untuk memakainya. Pelayan itu bingung, “mengapa kau tak mau memakainya? Ini adalah hari penobatanmu,” ucap pelayan itu. “aku tak ingin memakainya karena itu adalah hasil jerih payah rakyaku hingga kehilangan sanak keluarganya dan rakyatku sangat menderita karena itu.”  Sang pelayan kebingungan hingga dia memberitahu mantri yang berada di kerajaan.

Mantri kerajaan datang menghampirinya dengan wajah heran ia memandangi raja baru dengan pakaian lusuh dan kotor untuk melakukan penobatannya. “ kau ini aneh sekali, ini adalah penobatanmu, mengapa kau berpakaian seperti itu.” Ucap mantri itu. “aku tak ingin merasakan penderitaan rakyatku nantinya, biarkanlah aku seperti ini untuk rakyatku.” Ucapku dengan tegas. Mantri itu semakin gelisah dan memanggil para bawahan lainnya hingga pendeta datang menuju kamarnya itu. “hei kau adalah raja, tunjukkanlah sikapmu sebagai raja bukan sebagai rakyat miskin.” Ucap mereka yang kesal melihatnya. Hingga mereka menamparku dengan kencang hingga aku jatuh ke lantai yang dipenuhi cahaya dari jendela. Aku terdiam dan tak sadar ada sesuatu yang aneh di dalam tubuhku, aku telah memakai jubah indah, jubah ini bukan seperti yang aku lihat dalam mimpi itu. Mantri dan para bawahan raja itu tercekat melihat raja gagah dan berwibawa yang diselimuti oleh cahaya terang dan setelah itu raja berjalan pelan melewati cahaya itu. Hingga para manusia yang ada disana menunduk dan kagum karena kegagahan raja itu.


Tuesday, 7 April 2020

Layang-layang




Hari ini terasa sangat menyejukkan karena pagi ini aku dan kakakku mengikut ayah bertani di tengah pematang sawah yang luas dan hijau.

Kami bertiga berjalan kaki menuju sawah milik ayah. Hari yang cerah dengan matahari pagi yang malu-malu menunjukkan dirinya di ufuk timur menyertai sambutan burung bangau yang sedang berterbangan menuju arah matahari terbit itu dengan gembira mengepakkan sayapnya tanpa ada beban yang berputar-putar di dalam dirinya saat pagi hari itu. Serangga mulai melompat-lompat dari pucuk rumput menuju pucuk rumput lainnya, embun pagi jatuh gemulai mengelitikki tanah-tanah yang gembur di lahan yang luas. Perempuan desa mulai berjalan pergi menuju kebun untuk memetik buah-buahan yang telah bermunculan di pohon. Pedagang memulai pekerjaannya menjual rempah-rempah dan sandang pangan yang di dapatinya dari pasar lokal yang berdekatan dengan desa.

Setibanya kami di tengah pematang sawah, kami membantu ayah menggarap sawahnya. Ayah mempersiapkan arit untuk membenahi sawahnya yang telah panen dan yang masih bertumbuh lucu berwarna hijau cerah. Dengan senang gembira kami melakukan perintah dari ayah untuk menggarap sawahnya. Ditemani oleh serangga-serangga kecil yang berwarna merah kehitam-hitaman. Ayah pun juga begitu semangatnya sangat membara ketika membenahi sawahnya sendiri, seakan ia sedang mendidik anaknya yang sangat disayanginya, dengan lembut ia menggarap sawahnya dengan arit yang tajam seakan dapat merobek sepi yang ada di tempat kami berada.

Aku selalu melihat dan meminta tolong pada ayah untuk mengajariku cara menggarap sawah dengan baik dan benar. Dengan lembut ayah mengajariku caranya. Hingga waktu tak terasa aku menemani ayah menggarap sawahnya. Matahari mulai setengah naik di atas kepala. Menunjukkan hari sudah menjadi siang bolong dimana manusia berhenti sejenak bekerja untuk melepaskan lelah dari pekerjaannya.

Setibanya siang hari yang datang menghampiri dunia. Sangat panas sekali saat siang hari di tengah pematang sawah ini. Hingga kami bertiga bersepakat untuk berhenti sejenak dari panasnya matahari yang sudah di atas kepala. Ayah membawa bekal untuk kami yang dibuat oleh ibu saat pagi hari sebelum kami pergi ke sawah. Kami memakannya dengan lahap tanpa satu butir nasi dan lauk tersisa. Hingga selesai makan membuatku terkantuk-kantuk karena kekenyangan.

Aku tak sadar tertidur untuk sementara waktu sehingga ayah membangunkanku dengan menggoyang-goyangkan badanku yang kecil ini. Aku terkejut saat ayah membangunkanku, aku kira waktu sudah menjadi sore hari. Saat aku bangun ayah berbicara pada kami, “nak, ayah ingin pergi sebentar untuk menemui ibumu dirumah. Kalian berdua tetaplah disini, jagalah sawah ayah agar tidak ada hama yang datang merusak sawah ayah. Kalau sawah ayah rusak, kita tidak bisa memberi kebahagian kepada manusia yang sedang kelaparan di tengah kejamnya dunia ini. Maka jagalah sawah ini sampai ayah kembali,” ujar ayah sembari ia bersiap untuk pergi. “baiklah, aku akan berjaga untuk ayah, aku akan melaksanakan perintah ayah dengan baik.” Kataku sembari melihat ayah bersiap-siap.

Aku dan kakakku berjaga di bale yang ada di tengah pematang sawah tanpa kedip mata sekalipun untuk mengawasi sawah milik ayah yang luas. Kakakku berjaga sambil memandangi langit yang cerah dan ditemani layang-layang yang melayang di langit cerah itu. “lihatlah, layang-layang itu sangatlah indah dan bagus ketika ia terbang di langit, aku ingin sekali mempunyainya,” kakakku berkata sambil memandangi layangan itu. Aku hanya memandanginya sebentar layang-layang itu dan berkata, “iya itu sangat indah ketika kita bisa bermain layang-layang itu. Sungguh sangat menyenangkan.” Kataku.

Kakakku masih saja terus memandanginya, sehingga ia melihat layang-layang yang putus talinya dan menghampiri bale yang ada di pematang sawah. “Lihat, layangan itu menuju kemari, aku akan mengejarnya. Ayo ikut bersamaku,” kata kakakku dengan semangatnya ingin mengejar layangan itu. “ Jangan kak, kita sedang melaksanakan perintah dari ayah untuk menjaga sawah ini hingga ayah datang,” katakku sembari melarang kakak untuk mengejar layangan itu. “Ah kali ini saja aku ingin mempunyai layangan itu, ayolah sebentar saja aku ingin mengejarnya.”

Kakakku pergi mengejar layangan yang menuju ke tengah pematang sawah itu.
“ kak, kembalilah tetaplah menjaga sawah ini untuk sebentar saja hingga ayah kembali.” Ujarku.
“Kamu jagalah sebentar, aku hanya ingin menangkap layang-layang itu, kalau kamu mau ikut, ikutlah denganku.” Ujar kakaku bersiap untuk mengambil layangan itu.
“Aku tidak ikut, aku akan tetap menjaga disini.” Ujarku, Kakakku berlari menuju layangan itu, hingga ia tidak terlihat dengan kedua bola mataku yang kecil. “ Ah biarkanlah dia, aku akan tetap melaksanakan perintah ayah untuk menjaga sawah ini.”
Lalu beberapa lama kakakku datang dengan membawa layang-layang yang dikejarnya itu. “hei lihat kan betapa menyenangkan aku mendapatkan layangan ini, ayo bermainlah sebentar untuk melepaskan lelah setelah menggarap sawah ayah,” ujar kakakku. “ Tidak, aku menolak. Aku harus tetap menjaga sawah ayah,” ujarku, “ayolah sebentar saja kita menikmati layangan ini,” ujar kakakku sembari merayuku untuk bermain layangan itu. “ Aku tidak mau, aku harus tetap menjaga sawah ini.” Dengan wajah kecewa kakakku menatapku, “ah sudahlah terserah kamu saja, aku ingin bermain dulu sebentar, kamu jagalah sawah ayah.” Ujar kakakku.

Aku hanya dapat melihat kakak bermain layang-layang yang telah didapatnya itu. Aku tetap berjaga untuk melaksanakan perintah dari ayah, aku tidak mau mengecewakan ayah karena untuk bermain layang-layang.

Tidak lama kemudian ayah datang kembali ke bale tempat aku berjaga. “Dimana kakakmu ?” ujar ayahku sembari mencari-cari kakakku. “Kakak sedang bermain layang-layang yang ia dapatkan, ia sekarang ada disana,” ujarku sambil menunjuk kakakku yang sedang bermain.

Ayah memanggilnya dengan suara keras, sehingga suara ayah menggema ke seluruh pematang sawah yang ada di sini. Kakakku datang menghampirinya dan ayah berkata, “ kau kemana saja, lihatlah adikmu yang tetap berjaga disini melakukan tugasnya dengan baik. Padahal aku sudah membelikan kalian berdua layang-layang yang lebih bagus karena kalian sudah membantu ayah. Dan ayah kira dengan perintah ayah, kau akan melakukan dengan baik seperti adikmu.” Dengan wajah malu kakakku menundukan kepalanya dan berkata, “ aku minta maaf ayah.” Ia sangat malu dan bersalah karena tidak melakukan perintah ayah. “aku menyesal membeli hadiah untukmu, karena kau tidak melakukan tugasmu dengan baik, maka kau tidak akan aku beri hadiah itu, dan contohlah adikmu yang melakukan perintah dengan baik. Lihatlah dia.” Dengan wajah geram ayah memarahi kakak. “aku sangat minta maaf ayah karena tidak melakukan tugasmu dengan baik, aku sungguh minta maaf.” Ujar kakakku. Ayah masih kecewa dengan kakakku, hingga kami bertiga pulang dari pematang sawah.

Setibanya dirumah aku melihat layang-layang yang sangat besar dibanding yang didapatkan kakakku tadi. “Wahh, layang-layang itu sangat besar dan indah,” ujarku dengan kagum. “Aku membelinya untuk kalian berdua, tetapi karena kakakmu tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, maka aku hanya memberikan padamu.” Ujar ayahku. Aku melihat kakakku, ia termenung dengan wajah menyesal karena tindakannya tadi. “ Lihatlah, kalau sedikit saja kau bersabar untuk melakukan perintahku, maka kau juga akan mendapatkan layang-layang itu. Kau harus belajar dari kesalahanmu itu.” Ujar ayahku. “baiklah ayah, aku sangat minta maaf karena tidak melakukan apa yang kau suruh. Aku tidak akan mengulanginya lagi.” Ujar kakaku sembari menyesal dengan perbuatannya. “ Nah, mulai esok bersabarlah untuk mendapatkan sesuatu yang kamu mau, kamu akan mendapatkan yang lebih indah dengan kesabaranmu itu. Bahkan tuhan akan memberimu keajaiban. Itu adalah pelajaran untukmu, untuk hidupmu kelak nanti. Jika kau bertindak gegabah maka kau akan mendapatkan hal yang sama seperti ini.” Ujar kakakku.

Kakakku sangatlah menyesal dengan tindakan gegabahnya. Hingga aku mendapatkan makna yang telah diberi oleh ayah. Maka manusia yang bersabar dan melakukan dengan baik ia akan mendapatkan hal yang baik juga.

Friday, 3 April 2020

Anak Murung




Besok anak yang bernama gaby itu akan berulang tahun yang ke-15 tahun. Ayahnya orang terpandang di kampung halamannya. Karena nama ayahnya yang terkenal, orang-orang di kampung halamannya sangat sumringah mengikuti pesta ulang tahunnya besok hari. Tepat sebelum hari ulang tahunnya pun kebun-kebun bunga sedang bermekaran indah berwarna-warni, perkebunan petani juga ikut merayakan dengan hasil panen yang sangat besar, kerbau dan domba juga berlarian senang di tengah pematang sawah dengan riang gembira menyambut esok ulang tahun gaby.

Gaby sendiri sedang bersekolah yang berdekatan dengan rumahnya. Biasanya ia sangat senang dan gembira saat bermain dengan teman-temannya di sekolah. Namun hari ini ia terlihat sangat gundah. Gaby terlihat begitu murung di tengah pepohonan rindang yang mengelilinya. Di bawah pepohonan ia duduk dengan tatapan kosong hingga teman-teman sebayanya datang menghampiri untuk membuat ia kembali senang seperti hari-harinya sebelumnya. Tanpa sadar ayahnya yang sedang menyiapkan pesta untuknya memperhatikan gaby dari luar sekolah. Wajahnya tampak sedih melihat gaby yang sedang murung karena esok adalah hari ulang tahunnya. Ayahnya teringat sesosok yang sangat ia cintainya yang sudah meninggal 12 tahun dulu, saat gaby masih berusia 3 tahun. Sosok itu adalah ibunya gaby. Ayahnya sangat mencintai istrinya sehingga ia jatuh sakit karena tak ingin berpisah. Setahun dua kali ia berziarah ke makam istrinya. Setiap berziarah ia selalu sedih hingga air matanya membendung. Bahkan terkadang ia memeluki batu nisan yang hanya memaparkan nama istrinya.

Hari ini ayahnya teringat ketika ia bertemu pertama kali dengan istrinya. Saat itu ia masih muda berusia 18 tahun, dan istrinya lebih muda darinya. Mereka saling berkenalan satu sama lain. Saat itu juga musim gugur datang, daun-daun jati berjatuhan menuju tanah. Pertemuan itu sangat menjadi kenangan bagi ayahnya. Hingga berapa lama waktu ia menikah dengan istrinya.

Ia memang sangat mencintai istrinya, sehingga saat istrinya meninggal dunia. Kehidupannya seakan hancur kacau balau. Semua tentang istrinya teringat kembali hari ini ketika ia melihat gaby yang termenung seperti istrinya kala itu yang sedang di ujung kematian atau bisa di sebut dengan sakaratul maut. Gaby sangat mirip dengan istrinya, bibirnya yang merah merona, perasaan yang terkadang gundah gulana. Hal yang terlintas saat itu oleh ayahnya hanyalah mengingatkan kepadanya.

Gaby masih saja terlihat termenung, tentu saja ia menginginkan sesuatu yang spesial untuk hari esok. Ia pun bergumam dalam hati, “ aku hanya menginginkan sesuatu yang sangat berharga untuk kehidupanku hari ini. Cuaca hari ini cerah sekali, namun suasana gaby sangatlah buruk hingga cuaca mengikuti perasaan yang gundah gulana. Angin mulai berhembus kencang hingga mendatangkan awan-awan gelap yang sangat pekat di langit itu. Membuat hujam badai yang sangat menyeramkan sebelum hari ulang tahunnya datang esok hari.

Hari ulang tahunnya pun tiba. Hari yang datang satu tahun sekali di dalam hidupnya itu. Teman-temannya datang memberi hadiah ulang tahun untuknya, ayahnya pun sama memberi hadiah ulang tahun untuknya. Namun di hari itu gaby masih tetap murung. Ia berlari jauh dari rumah ke tengah pematang sawah yang luas di kampung halamannya. Teman-teman dan ayahnya mencarinya hingga mengelilingi desa, hingga membuat pengumuman untuk mencari anak kecil yang hilang. Seluruh warga desa pun mencari-cari gaby yang sedang termenung itu.

Hingga siang hari datang ayahnya menemukannya di tengah pematang sawah tempat gaby bersembunyi. Ia lalu bertanya kepada gaby, “ nak kamu kenapa termenung di hari spesialmu ini?”. Gaby masih berdiam diri tanpa satu kata pun keluar dari mulutnya itu. “ ceritakanlah kepada ayah, apa yang membuatmu termenung seperti itu.”. Gaby mulai berani berbicara kepada ayahnya, “ untuk apa hari spesial ini dan hadiah yang telah di berikan untukku, jika aku masih saja tetap tak merasa hidup”. Ayahnya tertegun diam karna sebongkah kata yang telah dikeluarkan oleh anaknya sendiri hingga membuatnya bertanya-tanya, “ memang apa yang kau butuhkan, aku akan mencarinya sekarang pun”. Ujar ayahnya yang sedang bingung karna gaby. “ aku tidak pernah memintamu untuk merayakan hari ulang tahunku, hadiah yang kau berikan,” ujar gaby . “ baiklah kau mau apa?” ujar ayahnya. “ aku hanya ingin kau memberikan aku cinta, bahwa selama ini aku tak merasa hidup karena aku tak pernah merasakan cinta, bahkan dari ayahku sendiri yang sangat sibuk dengan urusan dunia. Aku sangat membutuhkan itu, baik dalam keluarga maupun lainnya.” Ayahnya terdiam dan berpikir kalau ia tak pernah memberi cinta karna ia sangatlah sibuk dengan dunianya sendiri.

Acara ulang tahun gaby menjadi berantakan karena gaby tak pernah merasa hidup tanpa adanya cinta. Keesokannya ayahnya merubah hidupnya untuk anaknya sendiri dan ia mulai memberi cinta pada anaknya sendiri. Ia berjanji dalam hidupnya bahwa hal yang terpenting adalah kasih sayang dan cinta untuk keluarga dan sesama manusia. Ayahnya memulai kehidupan dengan penuh cinta untuk anaknya, ia tak mau mengecewakan anaknya yang sangat cantik itu