Pages

Tuesday, 17 October 2017

Mimpi Tanpa Sadar

Aku ingin tertidur dalam dunia
Tak ada yg membangunkan
Tak lagi merindukan
Hanya ada keterasingan.

Aku dapat hidup kembali
Hanya dalam mimpi
Jiwaku yg berjalan,
Bersama anak anak zaman.

Impianku sebuah kemungkinan,
Tak dapat penemuan
Hingga manusia mencari,
Kehidupan baru di bumi

Hidupku hanya ulasan
Mengandai sebuah keadilan
Dimana manusia tak lagi munafik
Melihat dunia penuh keserakahan

Thursday, 12 October 2017

Aku Adalah Pasif

Aku manusia,
Makhluk mempunyai asa
Berkicau ilmu
Dalam dunia palsu.

Jiwaku bermental pasif,
Hanya bisa merancang perfektif
Apa gunanya aku membuat kata kritis?
Kalau mentalku menjadi apatis.

Mataku selalu terpaku
Dengan tatapan semu
Aku terjebak dalam kenyamanan
Hingga aku selalu merasakan keadilan.

Aku hanya pemimpi,
Berbicara manusiawi.

Mentalku digoncang galaksi
Jiwaku telah mati
Nilai-nilaiku menghilang
Semuanya telah asing.

Apa gunanya peryataan?
Jika hanya menjadi pertanyaan,
Aku telah menjadi empati
Bersama jiwa yg mati

Friday, 6 October 2017

Kaum Kita Tak Lemah.

Apa kita sadar bahwa kita mempunyai hak?
Kemungkinan sebagian kita mementingkan estetik,
Bak make up beratus rupiah,
Dan dimatanya kita terlihat lemah.

Andai kita mempunya kesadaran,
Uang bukan perantauan,
Hak kita lah yang harus dijunjung,
Kita tak butuh pelindung.

Mereka selalu mengucil,
Bahasnya kaum kita seperti kurcaci kecil,
Selalu tergelincir,
Kelak poros bumi jua akan mengusir.

Mereka berkata emosi,
Tapi tak melihat suatu keindahan dibalik layar aksi.

Kita ini rasional,
Bukan kurcaci kecil,
Sampai dimana bumi berdistraksi.
Saat itulah kita beraksi.

Tanpa memandang kelamin,
Hanya ada kesetaraan,
Untuk pemerataan,
Berdasarkan relasi persamaan.

Jenis Perempuan Bukan Pengecualian.

Wednesday, 27 September 2017

Kekejian Kekuasaan

Lingkunganku tanpa kebebasan,
Kebebasan tanpa tindakan.

Kami dibuang di tempat sampah kotor,
Bersuara juga tak muncul sosoknya,
Membuang waktu untuk berorator,
Cuma lantai yg mendengarnya.

Jika lingkunganku di beredel,
Hancurlah si tukang main petak umpat,
Jika si tukang main petak umpat di begal,
Hilangnya uang bermatabat.

Kami berkicau terus menerus,
Tak ada yang mendengar,
Tak ada yang serius,
Sampai gedung tertawa gahar.

Aku yang berkuasa;
Dibawah bumi diatas fajar ,
Aku ingin kaya,
Jika macam-macam kalian bisa ku dor!.

Kami harus menunduk,
Menaati ketergantungan,
Sampai jadi terpuruk,
Sia-sia perlawanan.

Tapi kami terus lakukan,
Lakukan perlawanan.

Ini adalah kicauan,
Untuk si penguasa,
Si gila kekuasaan.

Friday, 22 September 2017

Karangan Penipu

Aku, aku adalah dedaunan;
Mengering menjadi gersang,
Melupa untuk dilupakan,
Hingga menjadi busuk dan menghilang.

Aku adalah pembodohan;
Suatu sejarah yg konstruktif melawan,
Kita yang dibodohi oleh sejarawan,
Atau sejarawan yang membodohi kita,
Sampai cerita dimakan oleh suara gurauan.

Kita, suatu estetik namun semu,
Semua hanya dibuat buat saja,
Mereka (generasi muda) melihat cerita kaku,
Hingga terjebak dengan novel karangan mereka.

Bahasannya prestis nan indah menantang,
Tapi isinya hanya pembodohan,
Dan batu menjatuhkan air mata berlinang,
Demi suatu perspektif pembodohan.

Aku adalah konstruktif politik untuk membuat dilema sejarah.

Tuesday, 19 September 2017

Krisis Logika.

Derai menggurau suatu pekan hari,
Ada yg berkata miskin pikiran,
Sesampainya menggerutu ideologi,
Wah aku lupa sedang ada krisis pemikiran.

Aku tercebur dalam gundah.

Mereka termakan berita pembohong,
Aku hanya bisa tertawa,
Sehingga menjadi terapung,
Melihatnya berguyon dengan cerita cerita dari mulut manusia.

Aku tercebur dalam gundah.

Bundaku maafkan sajak sajaku,
Kutau kau khawatir dengan ini,
Kata kataku tak akan mati bundaku,
Mereka akan berkelana sampai matahari.

Aku tercebur dalam gundah.

Sampai kelak mereka kecewa,
Dengan semua sikap apatis,
Hingga mereka ditelan udara,
Dan merekapun menjadi skeptis.

Aku tercebur dalam gundah.

Ah sial aku selalu tercebur dalam keasingan,
Hingga aku tenggelam menjadi brengsek,
Kelak aku akan mati dalam keresahan,
Bersama dengan teman yg bernama rakyat.

Aku tercebur dalam gundah.

Monday, 11 September 2017

Janjimu Untuk Setan

Pikirannya berlinang dengan konstruktif sialan.
Inginnya terlihat estetik ( ah aku lupa kamu apatis ).
Sehingga kau tak memikirkan apa apa, sampai kau lupa rakyatmu kesusahan.
Hancurlah sudah otakmu yg sengklek.

Betapa prestisnya sikapmu itu.
Dimana janji sejahtera dirimu yg terpampang di sepanjang jalan?.
Janji - janjimu termakan angin hingga menjadi semu.
Terkutuklah kita memilihnya untuk kekayaan

Kalau kau membenci kata kata, keluarkanlah wajah bopengmu itu.
Wajah - wajah yang terlihat berseni estetika.
Bersama harta tahta busukmu.

Siapa bilang hidupmu akan nyaman?
Kau akan dihantui penyesalan (lah aku lupa kamu tak punya hati).
Kukira kau beriman, tapi kau malah bermaksiat ria dengan jabatan.
Hingga daun bersautan "terkutuklah kau jadi setan".

Wednesday, 6 September 2017

Manusia, Setan dan Kemunafikan

Kelak kamu akan tau sayang betapa jahatnya manusia
Berwajah malaikat berpikir setan
Hingga batu akan berbicara
Mereka tak akan dengar seakan mereka tuli perlahan

Munafik bisa dibilang munafik
Terlalu banyak lepas dari pendiriannya
Hingga dia menjadi picik
Demi ego untuk kesenangannya

Aku merasa kecewa dengan ungkapan isi
Aku yg salah apa pemaknaanmu ini?
Benda itu (kata kata) masuk kekuping kanan tapi kau muntahkan lewat kuping kiri
Hingga saatnya embun yg menyadarkanmu nanti

Dan daunpun lelah bergoyang sayang
Melihat manusia lagaknya sok suci
Mereka berklompot, mengeluarkan doktrin untuk menyandang
Hingga kau terjerumus dalam girangnya doktrin setan ini

Kau terpaku melupakan cara di ajarkan lalu di didik
Sehingga kau bisa disetani, Oleh manusia munafik
Dengarlah perlahan sayang, kata kata mereka itu brengsek
Kerjanya bersenda gurau dengan minuman pemabuk.
Bersama para setan setan bangsat yang terkutuk
Sampai kau terjerumus oleh setan dan kau menjadi picik

Monday, 4 September 2017

Kembali ke asalmu

Mereka bersuka ria dengan uang
Tapi mereka sangat melupakan
Hidup, fana, apatis terealisasi dengan girang
Semoga kelak mereka ingat dengan binaan

Apakah hanya semacam itu otak mereka?
Seperempat sendok gula
Borju, kekuasaan kenikmatan hidupnya
Hingga gila merampas kesenangan manusia demi harta

Jalan, gedung, proyek itu milikmu
Indivudu itu kau acuhkan
Karna inilah kau, ini dirimu
Kau suka melihat penderitaan

Terus meneruslah kau apatis
Agar kau terus menerus jadi gila
Kelak kaumku akan meretas dirimu borjuis
Dan kau akan sakit jiwa karna perlawanan yang tak henti hentinya

Hingga kau sadar, bahwa dirimu dibuai oleh harta
Sampai kau tau, kau terlihat seperti tanah
Mati, matilah harta harta semata
Kita setara karna kita berawal dari tanah

Thursday, 24 August 2017

Mata - mata Tak Punya Mental

Apa kamu mendengar?
Suara itu yg mengikis
Jangan bilang kamu tuli, telingamu tak punya kelenjar
Suara itu, suara dekapan dulu sama persis

Ini realita keindahan dunia
Dan merubah menjadi kekejaman
Saat suatu saat kau akan mengetahuinya
Mungkin kau akan pergi entah kemana puan

Hallo telepon darurat
Ada yg mengikuti dibelakang
Semakin lama semakin merekat
Ternyata itu bayang bayang

Ternyata bayang semu itu adalah aku
Dan makhluk yg menelpon itu kamu

Wednesday, 23 August 2017

Gundah dalam suram

Aku yang telah jatuh dalam kesendirian
Apakah kamu akan tau?
Bayanganku yang berlagak senang tapi jiwaku yg sakit menahan
Aku harap ini semu

Ketika gelap semua jadi kelam
Dan siang juga menjadi sunyi
Sial aku tak tau ini malam
Ya itu malam suram

Aku ingin melompat tinggi
Mengajak dia menuju kahyangan
Jika kau turun, aku tetap disini
Jika kau bersanding aku akan menanti puan

Bongkahan demi bongkahan
Akan rapih satu persatu
Penantian demi penantian
Ini hanya untukmu

24 july 2016

Saturday, 22 July 2017

Kesemuan Modernitas

Kesemuan Modernitas

Ketika soeharto sibuk membangun imej yang liar tentang jalan raya, putrinya, mbak tutut sibuk mengerjakan projek jalan2 besar, terutama jalan layang di jakarta. Jalan jalan mbak tutut tentulahbterbuat dr aspal dan beton yang keras, demikian juga tiang dan palang2 dikiri-kanannya. Pejalan kaki, tanpa dilarang pun tdk akan berani melintasinya. Walhasil, kesibukan soeharto gayung bersambut dengan kesibukan putrinya. Secara psikologis bapak membuat "Shock Therapy" (Baca:politik jalan raya orba) agar orang menghindari jalan senagai ruang publik; secara fisik anak membangun infrastruktur jalan yg mempercepat tercapainya program bapak tersebut.

Dasar hubungan program bapak-anak itubadalah sebuah istilah yang populer saat itu dan lantas "melekat pada tubuh soeharto" sebagai julukan, yakni Pembangunan. Kusno dalam tulisannya politik jalan orde baru melihat jalan pada masa soeharto sebagai salah satu "pranata politik-ekonomi" yg jitu untuk menimbulkan ketakutan disatu sisi dan menunjukkan keberhasilan pembangunan pada sisi lain.

Jalan2 layang pada akhirnya bkn hanya sebuah jalan pd akhirnya bkn hanya sebuah jalan dalam fungsi dan makna fisik belaka, melainkan juga sebagai metafora, citra dr sebuab bangsa ygvtelah modern. Jalan yg diangkat keatas berbanding lurus dengan martabat yg dinaikkan, dalam istilah mbak ttut diangkat satu kelas keatas. Lantas, dilihat dr bawah, jalan jalan itu layaknya sebuah etalase yg mendisplay artefak2 peradaban yg telah maju. Kendaraan berbaris, hanya kendaraan berbaris, dan ituadalah panorama modernitas yg sesungguhnya.

Namun, apakah memang demikian yg terjadi sesungguhnya. Saya kira kita semua tahu belaka, konsep2 mengenai kemajuan sejak awal telah mengedepankan pertanyaan problematik d an kompleka. Sejak Immanuel Kant, mathew arnold dan lain lain nya mengkomsepsi bahwa pencapaian sains dan teknologi penanda dr masyarakat beradab. pertanyaan segera bisa dilontarkan kepadanya : siapakah, misalnya, yg memiliki kepentingan dengan kemajuan, siapakah yg diuntungkan modernitas dan atau modernisme?  Yang pasti jawabannya jelas adalah "pemilik sains dan teknologi (baca:neoliberalisme dan hak kekayaan intelektual) itu sendiri, yg notabene adalah Barat, yg memanenkan keuntungan nya. Kemajuan dirumuskan secara sepihak yg dengan begitu, mengabaikan pihak pihak lain yang terdominasi.

Pembangunanisme soeharto dan rezim rezim lainnya itu, yg memng nyata2 mengadopsi konsepsi kemajuan barat, telah merumuskan kemajuan bangsa secara sepihak pula. Kepentingan rakyat diteropong dr jauh, dari balik jendela istana. Dari situ rakyat miskin hendak di entaskan, hendak diangkat satu kelas ke atas, sampai hari ini kita bisa mencatata masyarakat kelas bawah tetap dibawah dan jumlahnya semakin meningkat. Benar bahwa jumlah kelas menengah keatas juga kian banyak, tapi mereka umumnya terlahir dr generasi yg telah "makmur dr sana nya". Walhasil, kemajuan yg dipamerkan tersebut nyatanya semu belaka. Di lorong2 yg tak terlihat dr jalan layang, jalan tol, dan jalan bebas hambatan lain, kemiakinan dan orang miskin adalah fakta tak terhindarkan. Bagi mereka, kemajuan yg diajarkan penguasa hanya menjadi doa belaka.

Pada level kelas-menengah atas sendiri, yg dalam hal ini mereka yg bisa menikmati jalan layang dengan mobil pribadimya, kesemuan modernitas, dalam konteks lain, juga terjadi. Dimana hubungan antar manusia di jalan eaya adalah hubungan yang bersifat mekanistik, hubungan yang lebih mengedepankan fungsi mesin untukbmenyelesaikan berbagai persoalan. Hubungan demikian jelas telah melesapkan manusia sebagai subjek yang eksis. Ia terkubur diamtara guruh mesin dan teriakan klakson.

Merujuk pada Karl Marx, dalam relasi itu terjadi apa yg disebut mistifikasi benda benda. Subjek manusia hilang, yang terjadi kemudian adalah hubungan antarbenda. Kualitas seseorang dengan begitu, diukur oleh kualitas benda benda secara ekonomis. Anda yg berkendaraan BMW, mislalnya, cenderung dianggap lebih berkualitas ketimbang anda yg memakai toyota kijang beserta dengan karatannya. Dengan demikian, berbicara tentang diri anda : mobil anda adalah diri anda. Inilah yg dimaksudkan karl marx dalam framenya tentang mistifikasi benda2.

Dalam situasi tersebut makna kendaraan tidak lagibterbatas pada fungsinya sebagai sarana transportasi. Mobil adalah moda bagi gaya hidup. Ia tidak semata mata hanya mengantarkan anda ke alamat secara fisik, tetapi jauh lebih dari itu, membawa anda ke ruang penandaran yang sering tak terduga. Kendaraan anda adalah sebuah wahana yg terus menerus memproduksi makna.

Berangkat dari kondisi itu, hubungan yg terjadi dijalan raya adalah hubungan dalam gaya, dalam citra. Hubungan dalam citra tentu bukan hubungan dalam realitas sebenarnya. Dalam citra, realitas sering terbelokkan, bahkan tersembunyikan. Walhasil, semuanya menjadi semu, bahkan PALSU.

By : Faris Yoritama

Monday, 19 June 2017

Totalitas


Ditengah perjuangan ini
Relakan lah titik darah ini
Aku tak akan mundur
Dibanding menjadi apatis

Mereka memberi omongan
Aku memberi perlakuan
Tirani tirani kecil
Bergandeng tanganlah relakan setiap keringat


Semua tak mungkin berakhir
Saat jiwaku belum mati
Imajinasiku menyeruak
Untuk para makhluk modern

Hilangkan rasa takut itu
Buang teknologi itu
Aku bersamamu disamping
Kita tuntaskan bersama penderitaan

Aku adalah kamu
Totalitas tetap konsisten
Tak mungkin sia sia
Kita berada di barisan depan


Saturday, 17 June 2017

Dibungkam Oleh Mulutnya Sendiri


Apa yang mereka lakukan?
Berkumpul, bersuka ria
Tak ingat dengan jabatannya
Mereka menjadi apatis

Kutukan itu menjadi patung
Tanpa ada suara
Dibungkam, tapi tidak sekalipun
Diamlah dengan bangga

Apa yang kalian banggakan kawan?
Hebat dalam gurauan
Pikirkanlah hidupmu sendiri
Untuk status ataupun eksistensi

Mencari aman menjadi netral
Sedih berujung miris
Tak ada kegiatan
Nilai hanya formalitas

Mungkin tak tau perannya
Suaranya tanpa tindakan



Wednesday, 3 May 2017

Poins - Cheers