Kesemuan Modernitas
Ketika soeharto sibuk membangun imej yang liar tentang jalan raya, putrinya, mbak tutut sibuk mengerjakan projek jalan2 besar, terutama jalan layang di jakarta. Jalan jalan mbak tutut tentulahbterbuat dr aspal dan beton yang keras, demikian juga tiang dan palang2 dikiri-kanannya. Pejalan kaki, tanpa dilarang pun tdk akan berani melintasinya. Walhasil, kesibukan soeharto gayung bersambut dengan kesibukan putrinya. Secara psikologis bapak membuat "Shock Therapy" (Baca:politik jalan raya orba) agar orang menghindari jalan senagai ruang publik; secara fisik anak membangun infrastruktur jalan yg mempercepat tercapainya program bapak tersebut.
Dasar hubungan program bapak-anak itubadalah sebuah istilah yang populer saat itu dan lantas "melekat pada tubuh soeharto" sebagai julukan, yakni Pembangunan. Kusno dalam tulisannya politik jalan orde baru melihat jalan pada masa soeharto sebagai salah satu "pranata politik-ekonomi" yg jitu untuk menimbulkan ketakutan disatu sisi dan menunjukkan keberhasilan pembangunan pada sisi lain.
Jalan2 layang pada akhirnya bkn hanya sebuah jalan pd akhirnya bkn hanya sebuah jalan dalam fungsi dan makna fisik belaka, melainkan juga sebagai metafora, citra dr sebuab bangsa ygvtelah modern. Jalan yg diangkat keatas berbanding lurus dengan martabat yg dinaikkan, dalam istilah mbak ttut diangkat satu kelas keatas. Lantas, dilihat dr bawah, jalan jalan itu layaknya sebuah etalase yg mendisplay artefak2 peradaban yg telah maju. Kendaraan berbaris, hanya kendaraan berbaris, dan ituadalah panorama modernitas yg sesungguhnya.
Namun, apakah memang demikian yg terjadi sesungguhnya. Saya kira kita semua tahu belaka, konsep2 mengenai kemajuan sejak awal telah mengedepankan pertanyaan problematik d an kompleka. Sejak Immanuel Kant, mathew arnold dan lain lain nya mengkomsepsi bahwa pencapaian sains dan teknologi penanda dr masyarakat beradab. pertanyaan segera bisa dilontarkan kepadanya : siapakah, misalnya, yg memiliki kepentingan dengan kemajuan, siapakah yg diuntungkan modernitas dan atau modernisme? Yang pasti jawabannya jelas adalah "pemilik sains dan teknologi (baca:neoliberalisme dan hak kekayaan intelektual) itu sendiri, yg notabene adalah Barat, yg memanenkan keuntungan nya. Kemajuan dirumuskan secara sepihak yg dengan begitu, mengabaikan pihak pihak lain yang terdominasi.
Pembangunanisme soeharto dan rezim rezim lainnya itu, yg memng nyata2 mengadopsi konsepsi kemajuan barat, telah merumuskan kemajuan bangsa secara sepihak pula. Kepentingan rakyat diteropong dr jauh, dari balik jendela istana. Dari situ rakyat miskin hendak di entaskan, hendak diangkat satu kelas ke atas, sampai hari ini kita bisa mencatata masyarakat kelas bawah tetap dibawah dan jumlahnya semakin meningkat. Benar bahwa jumlah kelas menengah keatas juga kian banyak, tapi mereka umumnya terlahir dr generasi yg telah "makmur dr sana nya". Walhasil, kemajuan yg dipamerkan tersebut nyatanya semu belaka. Di lorong2 yg tak terlihat dr jalan layang, jalan tol, dan jalan bebas hambatan lain, kemiakinan dan orang miskin adalah fakta tak terhindarkan. Bagi mereka, kemajuan yg diajarkan penguasa hanya menjadi doa belaka.
Pada level kelas-menengah atas sendiri, yg dalam hal ini mereka yg bisa menikmati jalan layang dengan mobil pribadimya, kesemuan modernitas, dalam konteks lain, juga terjadi. Dimana hubungan antar manusia di jalan eaya adalah hubungan yang bersifat mekanistik, hubungan yang lebih mengedepankan fungsi mesin untukbmenyelesaikan berbagai persoalan. Hubungan demikian jelas telah melesapkan manusia sebagai subjek yang eksis. Ia terkubur diamtara guruh mesin dan teriakan klakson.
Merujuk pada Karl Marx, dalam relasi itu terjadi apa yg disebut mistifikasi benda benda. Subjek manusia hilang, yang terjadi kemudian adalah hubungan antarbenda. Kualitas seseorang dengan begitu, diukur oleh kualitas benda benda secara ekonomis. Anda yg berkendaraan BMW, mislalnya, cenderung dianggap lebih berkualitas ketimbang anda yg memakai toyota kijang beserta dengan karatannya. Dengan demikian, berbicara tentang diri anda : mobil anda adalah diri anda. Inilah yg dimaksudkan karl marx dalam framenya tentang mistifikasi benda2.
Dalam situasi tersebut makna kendaraan tidak lagibterbatas pada fungsinya sebagai sarana transportasi. Mobil adalah moda bagi gaya hidup. Ia tidak semata mata hanya mengantarkan anda ke alamat secara fisik, tetapi jauh lebih dari itu, membawa anda ke ruang penandaran yang sering tak terduga. Kendaraan anda adalah sebuah wahana yg terus menerus memproduksi makna.
Berangkat dari kondisi itu, hubungan yg terjadi dijalan raya adalah hubungan dalam gaya, dalam citra. Hubungan dalam citra tentu bukan hubungan dalam realitas sebenarnya. Dalam citra, realitas sering terbelokkan, bahkan tersembunyikan. Walhasil, semuanya menjadi semu, bahkan PALSU.
By : Faris Yoritama
0 comments:
Post a Comment