Pages

Saturday, 2 May 2020

Cerita Dari Penyair


Aku ingin sajakku terkenal menjulang menuju cakrawala.
Pikirku kali ini akan menjadi ruwet, karena sajak-sajakku hanya tergeletak di atas meja berserakkan kertas yang penuh coretan malam ini. Sekiranya ada beberapa ratus lembar sajak-sajak yang telah ku lahirkan di dalam lembaran kertas yang tadinya kosong itu. Sudah bertahun-tahun aku membuat sajak itu namun tak satupun yang membacanya. Kupikir ini hanyalah omong kosong yang telah kulahirkan dalam imajinasiku saat ini. Terlalu terbuai diriku dalam lantunan syair-syairku yang terasingkan dari dunia.

Terkadang sesekali aku bercerita dengan sajak itu. Aku katakan bahwa aku akan membawanya menuju dunia luar yang indah. Dimana manusia mengatakan surga dunia yang berada di suatu tempat. Entah bagiku itu adalah kahyangan atau hanya taman bermain semata yang kulihat dengan kedua bola mataku ini. Sajakku juga kadang membalas celotehanku yang penuh omong kosong itu “Bagaimana bisa kau akan membawaku jika kau membuat sajak hanya untuk kesenanganmu saja, bahkan kau tak bisa merasakan kesengsaraan dan keterasingan dunia. Kadang yang kau pikir hanyalah kesenanganmu semata akan dunia.” Begitu aku mendengar itu, aku hanya menganggap itu sebuah imajinasiku kalau sajak dapat berbicara dan merasakan apa yang telah aku buat.

Memang sajakku tak pernah laku untuk dibaca. Bahkan segelintir orang menganggap sajakku hanyalah sebutir kesenangan, bukan dari perasaan yang aku rasakan ketika aku sedih, gundah, menderita, sengsara. Begitulah rupanya aku menjelaskan suatu sajakku. Aku juga tak tau hal abstrak apalagi yang kupikirkan tentang sajakku ini. Lagi-lagi aku berceloteh bahwa aku akan mencoba merasakan apa yang dikatakan sajakku kepadaku. Tapi kemudian aku hanya menghasilkan sajak aneh yang tak bisa kubayangkan. Entah aku selalu membuatnya begitu senang atau aku hanya menyukai sajak-sajakku karena aku yang telah membuatnya.

Ketika malam datang juga mereka sajakku berbicara kembali tentang kehidupanku saat ini.
“Cobalah kau mencari dunia tanpa kesenanganmu. Lihatlah dunia yang begitu luas ini. Resapilah tiap kisah sedih yang ada dunia ini. Kau akan merasakannya!” Begitulah mereka menceramahiku tentang dunia.
Aku juga masih tak mengerti apa yang mereka katakan. Ini adalah sebuah teka-teki yang mereka beri untukku. Aku mencoba untuk mengikuti mereka untuk berkelana jauh melihat dunia yang indah.

Tapi yang kulihat kali ini bukanlah yang aku harapkan saat aku bercengkrama dengan sajak-sajakku di dalam ruang gelap kamarku. Aku melihat sesuatu yang tak pantas untuk kulihat. Banyak sekali orang-orang kelaparan di pinggiran trotoar, ia tertidur dengan bongkahan kardus yang telah dibuang dari toko yang sudah tutup. Kulihat lagi sekelilingku, manusia sedang berjalan dengan tatapan kosong yang tak tau kemana. Aku mengikutinya sampai dia terhenti di tengah-tengah jembatan yang tinggi. Ia melihat kebawah, pandangannya menuju jalan raya yang di penuhi kendaraan berlalu lalang dengan cepat. Aku masih bingung memandangi itu, aku tak tau apa yang akan terjadi nantinya. Ia melompat! Aku terkejut melihat ia melompat tanpa beban pikiran yang dibawanya ketika ia berjalan. Orang-orang mulai mengerumuninya.
Lalu kulihat lagi sekelilingku untuk yang sekian kalina aku melihat seorang wanita dengan tubuh mungil yang berjalan di sudut kota. Ia terlihat sangat lusuh, mencoba mendekati orang yang mungkin ia kenalnya saat ini. Berlari menghampirinya dan mengatakan permohonan maaf untuknya, “Maafkan aku telah menelantarkan dirimu sejak kamu kecil, aku tak tahu apa yang akan kulakukan ketika aku menemuimu, bahkan saat ini aku hanya bisa menangis melihatmu.” Aku rasa mereka adalah anak dan orang tua. Tapi dalam sekejap aku melihat campakan dari anak itu yang tak mau memaafkan orang tuanya. Ini sungguh kejam sekali melihat kenyataan seperti itu.
Untuk yang terakhir kalinya aku tiba di sudut perbatasan kota yang di penuhi sawah-sawah hijau yang luas. Sebelum aku menuju rumah aku melihat para manusia berkumpul dengan tangisannya. Mereka mengatakan hal yang sangat tak ku mengerti. Kiranya salah satu dari mereka mengatakan. “Tuhan tolonglah hambamu, sawahku hancur di lindas oleh mesin-mesin penggilas tanah untuk dijadikan beton-beton tinggi. Tuhan berilah hambamu ketabahan untuk ini, aku tak tau apa lagi yang akan aku lakukan kalau sawahku hancur.” Salah satu dari mereka berdoa dengan rasa sedih yang memecah suasana. Aku perhatikan sekelilingku tanah yang luas dipenuhi sawah sebagiannya hancur tak tersisa.
Aku tak tahu apa yang terjadi di luar pikiranku yang hanya di penuhi oleh kesenanganku ini. Aku terduduk sedih melihat semua kenyataan ini. Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi yang akan kulakukan.
Sajakku yang kubawa memberitahu sesuatu yang sangat tak ku mengerti saat ini.
“Sekarang kau sudah mengetahui semuanya. Rasakanlah kesedihan yang telah kau nikmati saat ini. kalau kau hanya mencari kesenangan dalam hidupmu. Kembalilah kamu menjadi anak-anak kecil yang bermain di tengah riuhnya kota. Lihatlah masih banyak yang harus kau ketahui di dalam dunia. Maka kali ini cobalah kau tulis kesedihan yang kau alami! Kau akan mengetahui apa artinya itu, kau akan merasakan hal yang sama dengan apa yang kau lihat.” Sajakku mengatakan dengan tegas. Ku kira ia hanya bercanda untuk menceramahiku kala itu.
Lekas aku kembali ke mejaku yang berserakan sajak-sajakku. Kubasahi semua sajak kesenanganku. Kusisakan beberapa yang terlihat indah. Lalu aku mengerti apa itu artinya dunia. Bahkan dunia tidak hanya soal kesenangan saja. Aku hanya mengira dunia selebar daun kelor yang aku lihat ketika pagi hari. Ternyata aku salah.

Kali ini untuk seterusnya aku akan merasakan apa yang dirasakan oleh sekelilingku dan aku akan membuat bait-perbait sajak dari semua yang telah terjadi, bahkan kalau itu sebongkah penderitaan aku juga akan menjadikannya sebuah sajakku.

Kuharap sajakku akan berkelana menjulang menuju cakrawala indah disana bagaikan surga kahyangan yang banyak manusia impikan. Mereka sajakku akan memenuhi rongga-rongga pikiran manusia yang dilanda dalam kesedihan mereka. Impianku begitu sederhana untuk sajakku kali ini. Mungkin hanya itu.
Kuharap sajakku berkelana mengelilingi dunia yang indah.

0 comments:

Post a Comment