Aku
ingin sajakku terkenal menjulang menuju cakrawala.
Pikirku
kali ini akan menjadi ruwet, karena sajak-sajakku hanya tergeletak di atas meja
berserakkan kertas yang penuh coretan malam ini. Sekiranya ada beberapa ratus
lembar sajak-sajak yang telah ku lahirkan di dalam lembaran kertas yang tadinya
kosong itu. Sudah bertahun-tahun aku membuat sajak itu namun tak satupun yang
membacanya. Kupikir ini hanyalah omong kosong yang telah kulahirkan dalam
imajinasiku saat ini. Terlalu terbuai diriku dalam lantunan syair-syairku yang
terasingkan dari dunia.
Terkadang
sesekali aku bercerita dengan sajak itu. Aku katakan bahwa aku akan membawanya
menuju dunia luar yang indah. Dimana manusia mengatakan surga dunia yang berada
di suatu tempat. Entah bagiku itu adalah kahyangan atau hanya taman bermain
semata yang kulihat dengan kedua bola mataku ini. Sajakku juga kadang membalas
celotehanku yang penuh omong kosong itu “Bagaimana bisa kau akan membawaku jika
kau membuat sajak hanya untuk kesenanganmu saja, bahkan kau tak bisa merasakan
kesengsaraan dan keterasingan dunia. Kadang yang kau pikir hanyalah
kesenanganmu semata akan dunia.” Begitu aku mendengar itu, aku hanya menganggap
itu sebuah imajinasiku kalau sajak dapat berbicara dan merasakan apa yang telah
aku buat.
Memang
sajakku tak pernah laku untuk dibaca. Bahkan segelintir orang menganggap
sajakku hanyalah sebutir kesenangan, bukan dari perasaan yang aku rasakan
ketika aku sedih, gundah, menderita, sengsara. Begitulah rupanya aku
menjelaskan suatu sajakku. Aku juga tak tau hal abstrak apalagi yang kupikirkan
tentang sajakku ini. Lagi-lagi aku berceloteh bahwa aku akan mencoba merasakan
apa yang dikatakan sajakku kepadaku. Tapi kemudian aku hanya menghasilkan sajak
aneh yang tak bisa kubayangkan. Entah aku selalu membuatnya begitu senang atau
aku hanya menyukai sajak-sajakku karena aku yang telah membuatnya.
Ketika
malam datang juga mereka sajakku berbicara kembali tentang kehidupanku saat
ini.
“Cobalah
kau mencari dunia tanpa kesenanganmu. Lihatlah dunia yang begitu luas ini.
Resapilah tiap kisah sedih yang ada dunia ini. Kau akan merasakannya!”
Begitulah mereka menceramahiku tentang dunia.
Aku
juga masih tak mengerti apa yang mereka katakan. Ini adalah sebuah teka-teki
yang mereka beri untukku. Aku mencoba untuk mengikuti mereka untuk berkelana
jauh melihat dunia yang indah.
Tapi
yang kulihat kali ini bukanlah yang aku harapkan saat aku bercengkrama dengan
sajak-sajakku di dalam ruang gelap kamarku. Aku melihat sesuatu yang tak pantas
untuk kulihat. Banyak sekali orang-orang kelaparan di pinggiran trotoar, ia
tertidur dengan bongkahan kardus yang telah dibuang dari toko yang sudah tutup.
Kulihat lagi sekelilingku, manusia sedang berjalan dengan tatapan kosong yang
tak tau kemana. Aku mengikutinya sampai dia terhenti di tengah-tengah jembatan
yang tinggi. Ia melihat kebawah, pandangannya menuju jalan raya yang di penuhi
kendaraan berlalu lalang dengan cepat. Aku masih bingung memandangi itu, aku
tak tau apa yang akan terjadi nantinya. Ia melompat! Aku terkejut melihat ia
melompat tanpa beban pikiran yang dibawanya ketika ia berjalan. Orang-orang
mulai mengerumuninya.
Lalu
kulihat lagi sekelilingku untuk yang sekian kalina aku melihat seorang wanita
dengan tubuh mungil yang berjalan di sudut kota. Ia terlihat sangat lusuh,
mencoba mendekati orang yang mungkin ia kenalnya saat ini. Berlari
menghampirinya dan mengatakan permohonan maaf untuknya, “Maafkan aku telah
menelantarkan dirimu sejak kamu kecil, aku tak tahu apa yang akan kulakukan
ketika aku menemuimu, bahkan saat ini aku hanya bisa menangis melihatmu.” Aku
rasa mereka adalah anak dan orang tua. Tapi dalam sekejap aku melihat campakan
dari anak itu yang tak mau memaafkan orang tuanya. Ini sungguh kejam sekali
melihat kenyataan seperti itu.
Untuk
yang terakhir kalinya aku tiba di sudut perbatasan kota yang di penuhi
sawah-sawah hijau yang luas. Sebelum aku menuju rumah aku melihat para manusia
berkumpul dengan tangisannya. Mereka mengatakan hal yang sangat tak ku
mengerti. Kiranya salah satu dari mereka mengatakan. “Tuhan tolonglah hambamu,
sawahku hancur di lindas oleh mesin-mesin penggilas tanah untuk dijadikan
beton-beton tinggi. Tuhan berilah hambamu ketabahan untuk ini, aku tak tau apa
lagi yang akan aku lakukan kalau sawahku hancur.” Salah satu dari mereka berdoa
dengan rasa sedih yang memecah suasana. Aku perhatikan sekelilingku tanah yang
luas dipenuhi sawah sebagiannya hancur tak tersisa.
Aku
tak tahu apa yang terjadi di luar pikiranku yang hanya di penuhi oleh
kesenanganku ini. Aku terduduk sedih melihat semua kenyataan ini. Aku tak bisa
berbuat apa-apa lagi yang akan kulakukan.
Sajakku
yang kubawa memberitahu sesuatu yang sangat tak ku mengerti saat ini.
“Sekarang
kau sudah mengetahui semuanya. Rasakanlah kesedihan yang telah kau nikmati saat
ini. kalau kau hanya mencari kesenangan dalam hidupmu. Kembalilah kamu menjadi
anak-anak kecil yang bermain di tengah riuhnya kota. Lihatlah masih banyak yang
harus kau ketahui di dalam dunia. Maka kali ini cobalah kau tulis kesedihan
yang kau alami! Kau akan mengetahui apa artinya itu, kau akan merasakan hal
yang sama dengan apa yang kau lihat.” Sajakku mengatakan dengan tegas. Ku kira
ia hanya bercanda untuk menceramahiku kala itu.
Lekas
aku kembali ke mejaku yang berserakan sajak-sajakku. Kubasahi semua sajak kesenanganku.
Kusisakan beberapa yang terlihat indah. Lalu aku mengerti apa itu artinya
dunia. Bahkan dunia tidak hanya soal kesenangan saja. Aku hanya mengira dunia
selebar daun kelor yang aku lihat ketika pagi hari. Ternyata aku salah.
Kali
ini untuk seterusnya aku akan merasakan apa yang dirasakan oleh sekelilingku
dan aku akan membuat bait-perbait sajak dari semua yang telah terjadi, bahkan
kalau itu sebongkah penderitaan aku juga akan menjadikannya sebuah sajakku.
Kuharap
sajakku akan berkelana menjulang menuju cakrawala indah disana bagaikan surga
kahyangan yang banyak manusia impikan. Mereka sajakku akan memenuhi
rongga-rongga pikiran manusia yang dilanda dalam kesedihan mereka. Impianku
begitu sederhana untuk sajakku kali ini. Mungkin hanya itu.
Kuharap
sajakku berkelana mengelilingi dunia yang indah.