Pages

Tuesday, 31 March 2020

Kurcaci Kecil




Kurcaci kecil yang suka berjalan-jalan mengelilingi kebun bunga yang sedang bermekaran di penghujung musim semi. Saat siang hari kurcaci sedang berjalan mengelilingi kebun itu, tanpa sadar kurcaci kecil itu memandangi putri yang sedang termenung di tengah savana luas. Wajahnya sangat menawan, pipi yang merah seolah di penuhi kelopak bunga-bunga mawar yang berterbangan di udara, matanya berkilau diterka cahaya matahari.

Kurcaci itu datang menemui sang putri yang sedang sendiri di tengah kebun mawar yang indah itu. Putri  termenung di dalam kegelisahan hidup yang tak pernah tau kapan akan berakhir. kurcaci mencoba mengajak sang putri berbicara, tetapi sang putri tetapi berpaling muka darinya. Sehingga kurcaci spontan mengucapkan “Suatu saat aku akan berbagi cinta denganmu, entah itu kapan datangnya” kurcaci itu berkata. Terkejut sang putri mendengar ucapan itu hingga membuatnya ketakuan karena tak tau siapa yang telah berbicara. Putri mencari kemana arah suara itu, lalu ia melihat kebawah dan hanya ada kurcaci. “Apa kau yang telah berbicara kepadaku?” kata sang putri. Dengan malu kurcaci hingga tak sadar wajahnya telah menjadi merah merona. “A...aku yang tadi mengucapkannya” kurcaci itu berbicara dengan malu. “Aku tidak akan mau bercinta denganmu, tubuhmu sangat kecil, dan kau tidak rupawan seperti makhluk buas yang ada di hutan belantara” Sang putri menghardik kurcaci itu dengan kejam. “Kalau kau ingin sekali bercinta denganku, kau harus rupawan seperti pangeran yang ada di kerajaan-kerajaan besar”.  Kurcaci itu sangat kecewa dan merasakan sakit yang tak berujung karena mendengar ucapannya itu.

Setibanya di rumah yang ada di tengah hutan itu kurcaci melihat kaca yang berkilau yang memantulkan bayangan dari rupa kurcaci itu sendiri. Kaca itu sangat besar hingga kurcaci dapat melihat seluruh tubuhnya sendiri, kaca itu adalah cermin pemberian kentaur yang telah di temuinya di semenanjung Maleia. Ia melihat rupanya yang sangat buruk dengan tubuh kecil, hidung yang besar, mata yang besar dan dagu yang di penuhi janggut. Kurcaci terkejut karena ia baru pertama kalinya melihat rupanya yang sangat buruk itu.

Malam selalu datang dan ia selalu merintih hingga menimbulkan suasana riuh di tengah hutan dengan tangisannya. “Kasihan sekali dia, karena melihat rupanya yang buruk dia sehari penuh merintih tak terima dengan rupa yang buruk itu” kata burung hantu. “Tidurku sangat terganggu karena tangisan kurcaci itu, aku akan menghampirinya” kata burung kenari. “Hei kurcaci kenapa kamu selalu bersedih di tengah malam begini”. “Rupaku sangatlah buruk hingga seorang putri menghinaku dan mengacuhkanku begitu saja” kata kurcaci. Burung kenari bergumam dalam hati “Ternyata masih ada yang masih percaya dengan cinta”. “Aku mempunyai cara agar kau tidak terlihat buruk lagi dan kau akan menjadi rupawan seperti pangeran-pangeran yang ada di kerajaan” kata burung kenari. “Bagaimana caranya, cepat beritahu aku!”. “Kau datanglah ke semenanjing Maleia, dan tunggulah salah satu makhluk mitologi yang ada di sana”.

Keesokan harinya kurcaci mengikuti saran dari burung kenari tersebut. Ia berjalan jauh menuju semenanjung Maleia di Lakonia selatan. Perjalanannya sangat jauh berhari-hari hingga melewati pegunungan es yang sangat dingin.

Ia tiba di semenanjung maleia itu dan mengikuti saran untuk menunggu makhluk yang ada disana. Sudah tiga hari tiga malam dia disana dan tidak ada satupun yang datang bahkan melewati semenanjung itu. “Apa aku hanya di bodohi oleh burung itu?, sebaiknya aku kembali saja ke rumahku dengan keputusasaanku ini untuk mendapatkan apa yang aku mau” kata kurcaci itu. Saat ia mulai berkemas tiba-tiba ada makhluk misterius yang datang entah darimana asalnya. Tubuhnya setengah manusia setengah kuda. “Hei apa kau yang di maksud dengan makhluk mitologi di semenanjung ini?”. Makhluk itu hanya diam saja hingga kurcaci itu menaikan nada bicaranya dengan pertanyaan yang sama. “Apa yang kau mau jauh jauh datang ke tempat ini?” kata makhluk itu. “Aku hanya ingin meminta permohonan kepadamu, aku ingin mempunyai rupa seperti pangeran-pangeran di kerajaan”. “Permintaanmu sangatlah sulit untuk di kabulkan, itu seperti menghina sang pencipta” kata makhluk mitologi. “Tolonglah aku bermohon kepadamu, apapun akan aku dapatkan jika kau dapat mengabulkan permintaanku”. “Aku bisa membuatmu rupawan, tetapi kau harus memenuhi persayaratan ini. Kau harus mencari bunga mawar hitam tanpa duri yang ada di dunia ini, dan kau harus memakan satu persatu kelopak bunga mawar itu. Setelah itu kau akan terlihat rupawan”.

Setelah bertemu dengan makhluk itu kurcaci mengelilingi dunia mencari bunga mawar hitam tanpa duri. Hingga dia tiba di kebun yang ada di tengah hutan borneo dan menemukan bunga mawar itu. Dia senang sumringah menemukan itu, lalu melahap tanpa ada sisa kelopak bunga mawar hitam. Ia melihat ke arah air dan rupa buruknya sudah hilang. Kurcaci itu sangat rupawan.

Keesokan harinya ia pulang dan lansung menuju kebun yang pernah di singgahi sang putri waktu itu. Dengan waktu yang tepat saat sang putri sedang terduduk diam di tengah kebun itu. Ia menghampirinya tanpa ragu dengan wajah rupawan yang telah ia dapati. Karena elok yang rupawan ia berani mengajak berbicara sang putri. “Aku sudah seperti yang kau inginkan, seperti pangeran kerajaan rupawan yang kau inginkan saat itu. Aku kurcaci yang dulu kau hina” dengan nada sombong kurcaci itu berkata. “Inilah diriku yang kau mau. Maka marilah kita bercinta”

Tragis sang putri hanya berdiam diri
.
“Sekarang kau memang rupawan, tetapi kau tetap saja kurcaci. Lagi pula pangeran yang aku dambakan telah menemuiku pekan lalu dan dia akan menikahiku.”.

“Kau sungguh kejam! aku bersusah payah mendapatkan rupa yang kau mau saat itu” kata kurcaci itu dengan murka yang melanda dirinya setelah mendengar ucapan dari sang putri.

“Apa yang kau maksud dengan kejam?” kata sang putri. “ kuberi tahu padamu. Kurcaci tetaplah kurcaci, dan kau itu hanya apa? Kau hanya kurcaci yang tak punya apa apa!”. Kemudian sang putri beranjak pergi dan menghiraukannya.

“Aku bersusah payah mendapatkan semua ini, dan dia pergi menghiraukanku begitu saja. Sungguh bodoh cinta itu!. Cinta hanyalah khayalan semata, tidak membuktikan apapun. Membuat makhluk apapun menjadi gila dan mempercayai hal yang tidak nyata. Sangat tidak berguna. Lebih baik aku kembali pulang dan menitih kehidupanku lagi”.

Kurcaci itu kembali pulang dengan rasa kecewa yang sangat mendalam. Ia hanya mendapatkan penyesalan dari cinta.

Friday, 27 March 2020

Raksasa dan Anak-anak



Setiap sore hari, saat anak-anak bergegas pulang dari sekolahnya. Sebelum mereka sampai di rumah, mereka singgah di suatu taman besar yang berdekatan dengan sekolah mereka itu.

Taman besar itu seperti surga yang ada di dunia. Pohon-pohon yang rindang menghiasi di tiap sudut-sudut taman, air mancur yang gemericik menemani ikan-ikan yang sedang berenang di dalam kolam besar penuh batu karang hiasan di dalamnya, rumput hijau mengelilingi halamannya seperti di kahyangan yang indah, dan juga banyak pohon apel yang berbuah saat waktunya. Di musim panas pohon apel mulai berbuah, warna buahnya sangatlah indah berwarna merah seperti bibir yang di hiasi gincu merah. Di musim panas pula ikan-ikan mulai mempunyai anaknya. Tupai pun senang bermain di taman itu dengan berlari-lari di ranting pohon yang sangat kuat dan kekar itu, hingga anak-anak mengikutinya berlari mengelilingi taman yang luas itu. “Aku suka mengikuti tupai-tupai berlari di ranting pohon itu” sahut salah satu dari mereka. Hingga mereka mengikuti tupai itu menuju tempat yang tak pernah dilihat oleh mereka selama bermain di sana. Tempat itu sangat suram hingga tak ada manusia yang berani datang kesana, dan juga banyak yang mengatakan bahwa tempat itu di huni raksasa yang menakutkan. Raksasa itu tertidur dan tak ada yang berani membangunkannya

Mereka pun linglung karna tak tau tempat itu, hingga salah satu dari mereka berteriak melihat kaki raksasa yang sangat besar dan berbulu. Teriakan itu membuat raksasa terbangun dan membuatnya murka karena terganggu. “Mengapa kalian bermain di sini?” dengan nada tinggi yang membuat anak anak ketakutan dan berlari menjauhinya. “Ini Tempatku, bukan untuk tempat bermain” kata raksasa itu.

Anak-anak itu mulai tau bahwa di taman yang luas itu terdapat tempat yang menyeramkan, hingga rasa ingin tau mereka semakin tinggi apa yang di balik tempat menyeramkan itu.

Musim panas telah terlewatkan, hingga datanglah pergantian antara musim panas dan musim penghujan yang biasa disebut dengan musim pancaroba. Burung-burung mulai mencari tempat teduh, seakan tahu akan ada hujan lebat disertai angin yang kencang akan datang suatu hari nanti. Namun di tempat raksasa itu masih saja gelap dan tak ada cahaya satupun yang bisa memasuki tempat itu. Burung-burung tak berani memasukinya. Pohon yang ada di dalamnya hanya pohon beringin yang tak berbuah hingga ranting pohon itu menjulur jatuh ke tanah. Anak-anak sesekali melihat tempat itu. “Cahaya pun tak berani memasuki wilayah itu” kata salah satu dari mereka.
Hingga tiba saat musim penghujan, namun seolah tempat raksasa itu di kerumuni petir-petir yang berkilau dan menimbulkan suara dentuman yang besar, seakan-akan langit sedang marah. Hujan dan angin bersatu padu mengelilingi tempat itu membuat badai yang sangat besar dan mengerikan hingga salah satu pohon di dalamnya tumbang terbengkalai di halaman tempat raksasa itu. “ lihatlah aku bisa menumbangkan pohon itu” kata angin, mari “Mengapa kita tidak mengajak petir, ini pasti sangat menyenangkan”. Petir pun datang menghampiri tempat itu, membuat dentuman besar mengarah ke pohon, hingga salah satu pohon itu terbakar dan menjalar ke rumput sekitarnya.

“Aku tak tau apa yang telah terjadi, badai besar hanya datang di tempatku saja” kata raksasa itu, “Semoga cuaca cepat membaik”

Tapi tidak seperti yang diharapkan oleh raksasa itu. Badai besar terus menerus datang menghampirinya walaupun sudah hampir tiba musim panas. “Raksasa itu tak pernah berbagi dengan sekelilingnya” kata pohon-pohon di sekitar taman itu.

Suatu hari raksasa itu termenung dan mendengarkan suara yang datang entah dari mana asalnya. Suara itu indah sekali terdengar di telinganya. Ia mengikuti suara itu hingga melihat tempat yang tak pernah dilihatnya. Tempat itu adalah taman besar indah yang mengelilingi tempat raksasa itu. Banyak anak-anak bermain riang dengan pohon-pohon dan burung-burung senang berkicau, tupai berlarian di ranting-ranting pohon. Buah apel mulai bertumbuh di pohonnya.

Anak-anak itu menghampiri raksasa itu, walau tubuh raksasa itu mengerikan. “Kemarilah, aku tau kau terpesona dengan taman ini, maka ikutlah bermain bersama kami”. Kata salah satu anak itu. Raksasa pun terkejut, hingga dia bergumam di dalam hati “Selama ini aku tak pernah melihat dunia luar yang indah, hingga aku tak pernah mau berbagi dengan sekelilingku”. “Sekarang aku tau mengapa badai besar selalu datang di tempatku itu, karena aku tak pernah mau berbagi dengan sekelilingku. Aku sangatlah egois!”

Maka raksasa pun mengikuti mereka, hingga raksasa itu mengajak mereka ke tempatnya. Sesampainya di tempat raksasa itu, sinar mentari mulai berdatangan satu persatu menyinari tempat raksasa itu. Ranting pohon beringin yang menjulur ke tanah mulai hilang dan menjadi pohon yang indah, rumput-rumput menghijau kembali, burung-burung mulai datang dan bernyanyi di tempat itu, para tupai mulai datang dan bermain di pohon-pohon. Raksasa itu mulai membuat tempat bermain untuk anak-anak.

Setiap hari tempat itu sudah tak pernah sepi, selalu di kerumuni oleh anak-anak setelah pulang sekolah. Bermain di halaman yang sudah di buat raksasa itu.

Namun waktu terus berputar tanpa terasa berlalu sangat cepat. Hingga raksasa itu mulai menua dan hanya bisa melihat anak-anak bermain di halamanya. Raksasa itu termenung “Tempatku kini menjadi sangat indah, namun yang membuat indah adalah anak-anak itu”.

Musim penghujan datang lagi, namun sudah tak seperti dulu. Kini tempatnya tidak lagi di landa badai besar yang sangat mengerikan. Namun saat musim panas tiba, raksasa itu kagum karna melihat bunga bermekaran dan buah-buah jatuh dari pohonnya.

Seketika raksasa itu mendengar suara rintihan kesakitan, ia berlari menghampirinya. Ternyata suara rintihan itu datang dari anak kecil yang sedang terluka. “Siapa yang telah membuatmu menjadi seperti ini? Biar aku yang akan menemuinya” kata raksasa itu “Tidak usah, kau sudah sangat baik hingga hari ini, biarlah aku akan mengajakmu ke tempatku. Tempat yang sangat indah dari dunia yaitu surga, dimana tak ada badai besar yang akan menghampirimu.”

Ketika esoknya anak-anak ingin bermain ke tempat raksasa itu, mereka terkejut melihat ia tersungkur jatuh ke tanah di selimuti rumput dan bunga yang bermekaran di tubuhnya. Raksasa itu sudah tak bernapas lagi dan tubuhnya dingin. Seluruh tubuhnya dihiasi bunga dan burung-burung berkicau sedih di sekelilingnya.