Pages

Thursday, 30 January 2020

Budaya Menikmati Kopi atau Nilai Dari Kopi

Sudah bukan rahasia pergaulan duniawi lagi bagi penikmat kopi yang sudah di cap menjadi budaya bagi sebagian manusia di negara seribu pulau yang dibilang tanah surga. Sebagaimana kopi adalah hal ternikmat di kala waktu luang atau bisa dibilang kalau di zaman modern ini waktu santai untuk menghilangkan segenap pikirian stress dan dapat menenangkan pikiran segala umat. Mulai dari umat yang sekadar membeli kopi seharga 3000 rupiah hingga umat yang membeli kopi seharga langit ke tujuh yang mahalnya tak terhingga bagi manusia yang tak mempunyai uang lebih. Bahkan di jaman sekarang ini yang terbentuk menjadi modern, sudah banyak toko kopi yang bertaburan di mana pun manusia berada, mulai dari warung kopi atau biasa disebut dengan warkop hingga coffe shop lebih modern untuk kalangan anak muda saat ini.

Salah satu teman lama saya yang sudah saya kenal sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga saat ini saya sudah berada di semester akhir masa perkuliah yang bisa dibilang sudah menjadi mahasiswa tua sedang mengejar skripsi. Saat menentukan tempat untuk berkumpul seperti selayaknya dalam demokrasi di dalam negara yang menentukan pilihan untuk mencari tempat untuk sekadar bersuka ria dalam gelap malam, ia berkata kepada saya " Sudahlah ke coffe shop aja. Disana kan enak tempatnya, sama aja seperti warkop pinggir jalan, ada makanannya juga kok".

Kata-kata itu terus terbenak di dalam pikiran saya untuk memilih tempat yang harganya mencukupi kantong atau yang tidak mencukupi kantong untuk sekadar berkumpul saja. Saya hanya membalasnya dengan lirih " Saya ke warkop aja deh, harganya juga pas buat kantong saya, kapan-kapan saya ikut deh kalo coffe shop".

Memang pendapat kawan saya itu hal terbaik untuk berkumpul. Bahwa banyak yang mengira coffe shop adalah tempat yang nikmat untuk disinggahi. Di sana tersedia berbagai macam menu untuk dinikmati. Di sana tempat yang santai untuk berkumpul tanpa ada gangguam suara kendaraan berlalu lalang. Bahkan di sana juga kita tau apa rasa kopi yang sangat nikmat dan enak untuk dirasakan oleh lidah kita.
Demikian juga kita bisa melihat kebudayaan untuk menikmati kopi sudah berubah menjadi modern. Cara kita melihat seperti coffe shop yang bermerk itu. Jika dibandingkan dengan warung kopi pinggir jalan bukan bagaimana kita menikmati cita rasa dari kopi tersebut. Tetapi bagaimana kita menikmati kopi di sana tanpa harus berada di coffe shop tersebut. Karena coffe shop memang paling nikmat untuk pecinta kopi, akan tetapi ya kopi adalah kopi, segala kopi juga hanyalah kopi, yang dinikmati itu tujuan dalam perkumpulan dengan manusia. Ya perkumpulan bukan kopi.

Untuk mencari cara berpikir sebagaimana tempat kopi bukanlah pusat dari segala-galanya cara untuk berkumpul, setidaknya penentuan nasib lah yang seharusnya menjadi tujuan untuk mencari tempat sesuai dengan gaya hidup yang kita miliki. Warung kopi ataupun disingkat menjadi warkop adalah inti dari segala tempat untuk berkumpul, seperti juga warung pinggir jalan yang hanya menyediakan rokok ketengan dan berbagai macam minuman maupun cemilan yang disajikan. Demikian, secara modern lah kita menggambarkan coffe shop adalah tempat untuk berkumpul segala-galanya. Kegiatan ngalor ngidul seperti berkumpul pun memerlukan ruang publik. Itu hanyalah sebagian dari teknis yang dibuatnya, dengan segala nilai dari kopi tersebut.

Dengan demikian pun coffe shop bukan patokan nila dari kopi tersebut. Bagaimanapun kekeliruan ini menjadi habitus yang akan menjadi identitas kita sendiri. Sedikit aneh rasanya kalau nilai untuk berkumpul hanya dilihat dalam fasilitas dan kualitas tempat yang akan dijadikan menjadi tujuannya. Lumrah saja kalau kopi seperti espresso, americano, gayo, dan lain-lain yang disebutnya sebagai kopi. Tetapi bukan karena cita rasa kopi dan fasilitas yang telah disuguhi, melainkan orientasi tempat dan tujuan kita untuk berkumpul serta bersuka ria.

Warung kopi seharusnya mampu menjadi mandiri dalam jaman modern hingga dapat menemukan cara sendiri sebagai tujuan dari segala nilai perkumpulan para manusia modern maupun kalangan lansia yang srrang menikmati masa-masa hidupnya.

Itulah soalnya, dalam modernintas ini kita selalu memandang suatu ketertarikan kita melihat segala cara untuk mencapai suatu kelebihan dari modernitas yang telah kita alami di zaman teknologi canggih ini. Juga dalam eksistensi kita demi memiliki estetik untuk bentuk apapun dalam kehidupan modern ini.

Dengan modernintas yang telah manusia jalani saat ini, tampaknya saya mulai bisa mengidentifikasikan kebudayaan kopi yang sudah lama ditekuni oleh berbagai kalangan manusia di Indonesia ini.  Seharusnya  yang disebut kebudayaan ini hanyalah bagaimana cara kita menentukan tujuan dan mencari arti dari nilai perkumpulan untuk berinteraksi satu sama lain antara manusia, jin, makhluk halus.

0 comments:

Post a Comment