Sunday, 8 December 2019
Sebuah Pertanyaan : Apakah Mereka Sadar Dengan Hal Itu?
Wednesday, 4 December 2019
Romantisme Masa Lalu
Siang itu saat sedang asiknya aku mengendarai sepeda motor unik yang aku namakan "Matik Nakal.", aku menamakan sepeda motorku seperti itu karena motorku sangat nakal ketika rodanya berputar sangat cepat. Sepeda motor yang aku gunakan setiap harinya, dari mulai aku masih duduk di bangku sekolah hingga saat ini aku beranjak menuju bangku pendidikan tinggj yang kata orang-orang adalah pendidikan yang hanya bisa di emban oleh orang tertentu "orang yang mempunyai uang yang cukup". Sementara pikiranku semerawut (acak-acakan), mengingat sesuatu yang seharusnya tak harus aku pikirkan. Sampai aku melongo melihat jalanan yang sangat panas karena terik matahari di siang hari. Pikiran itu terus menghantui diriku yang sedang santai membawa sepeda motor.
Kembali lagi dengan pikiran yang sangat amat dan membuat diriku melongo saat mengendarai motor itu ialah suatu pertanyaan dari bapakku yang sudah pensiun dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebutan orang kantoran pada saat masanya, kini sudah berubah menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sebelum aku berangkat menuju stasiun kereta commuter line (KRL) atau dengan sebutan kereta modern yang menggunakan aliran listrik. Bapakku melontarkan pertanyaan untuk menjadi salah satu dari Aparatur Sipil Negara yang sedang gencar-gencarnya membuka lowongan pekerjaan di akhir tahun 2019. " Kamu gak ikut tes buat masuk ke ASN keminter pereksistensian?.", Tanya bapakku sembari menyambar suatu persoalan lainnya " di coba dulu aja siapa tau bisa keterima.". Dalam hatiku ndumel " yaampun kenapa selalu saja tentang ini gusti." tiap saat ada lowongan pekerjaan seperti itu.
Aku mempersiapkan jawabanku untuk mencari-cari alasan, dengan kata lain aku menghindari pertanyaab tersebut karena cukup membosankan bagiku. Aku menjawab pertanyaannya dengan lembut " iyaa nanti di coba, tapi kan aku lagi skripsian, jadi nanti saja kalau sudah tak ada beban kuliah, yang ada malah stres aku pak.". Bapakku tetap fokus pada berita itu dan hanya melirik lirih mataku yang jelalatan karena mencari-cari alasan yang tepat.
Seketika bapakku ingin berbicara lagi, namun agak tertahan dan seakan ingin meluapkan segala alasanku yang sudah aku berikan tadi. Bapakku akhirnya mengatakan sesuatu " yasudah toh le, kamu belajar dulu aja, nanti kalo kamu udah siap mau tes masuk pegawai negeri bapak dukung kamu. ". Sontak aku di buatnya, bapak yang biasanya ingin sekali anaknya menjadi dirinya seperti pejabat dari pegawai negeri pada saat itu, saat masa jaya yang dia miliki di kala masih segar dan bugar badannya.
Aku masih di buat tersontak atas lontaran kata-katanya yang membuat pikiranku menjadi agak tenang. Dalam hatiku sedang bergumam " loh ini bapak tumben banget seperti ini, biasanya bapak ingin sekali aku jadi pegawai negeri." Setelah bergumam, aku bicara padanya yang sudah sangat tenang hati dan pikirannya " nggeh pak makasih udah ngerti aku sama keadaanku saat ini.".
Lalu aku melihat bapakku tersenyum ketika aku membalas lontaran pembicaraannya. Lantas aku pikir saat ini, bapakku sedikit demi sedikit mengerti bahwa aku sebagai anaknya yang dia besarkan sejak dari orok hingga dewasa pada umurku saat ini. Mungkin karena aku sudah mencari tau apa arti pengalaman hidup yang telah aku lewati, mulai dari aku suka menulis yang sangat mendukung diriku entah jasmani atau rohani yang dia miliki untuk selalu mendukungku. Walaupun hanya sebongkah pertanyaan " kapan kamu mau cetak bukumu?." Itulah sesuatu yang sangat berharga bagi seorang anak yang sedang mencari kehidupan di saat fase mencari kedewasaan bagi anaknya sendiri.
Bagiku, orang tua menilai romantisme dirinya pada saat dia merasakan pengalaman hidupnya yang telah dia emban, itu hanyalah pengalaman dirinya. Tetapi bukan bagi anaknya, sebab ruang dan waktu antara orang tua dengan anak sangatlah jauh berbda, bukanlah saat perjuangan mereka mencapai ambisinya. Tetapi ruang dan waktu anaknya di buat oleh dirinya sendiri bukanlah di buat oleh orang tua. Namun jika anak telah dipingit atas kemauannya, berarti mereka telah membuat suatu ambisi mereka di dalam jiwa anaknya sendiri dan membuat anak menjadi serpihan beling yang menusuk di dalam jiwa buah hati yang menjadi kembali ke masa silam mereka. Menjadikan mereka seperti batu yang keras dan membuat nafsu ambisi untuk merasakan romantisme pada dirinya di masa lampau.
Aku tersenyum sumringah serta merta melongo saat mengingat suatu kejadian di rumah saat itu. Terjadi suatu perubahan bagiku di dalam ikatan keluarga yang membuat anaknya menjadi sangat mencintai bapaknya sejak saat kecil bahkan saat bayi yang belum mengerti apapun tentang kehidupan dunia yang sangat luas dan bulat bagi pecinta bumi bulat.
Saturday, 5 October 2019
Panggilan kucing di antara kaum intelektual
Saat itu sedang riuhnya suasana ditengah jalan tol gatot subroto dekat dengan pintu keluar jalan tol senayan yang sedang dikerumuni manusia. Beberapa orang sedang mengobrol, namun beberapa ada yang jail bersiul-siul yang ditujukan siulnya ke mahkluk tuhan yang paling seksi seperti lagu mulan jamilah yang sedang trending pada waktunya dulu. Saat siulnya sudah tertuju akupun mengajak bicara orang itu anggap saja namanya jarwo " ngapain elu sial siul begitu?" "Itu mas ada perempuan cantik disana", sejenak aku berpikir dalam ramainya suasana yang sedang mencekam itu kala demonstrasi berlansung "loh iki kan lagi demo kok sempet sempetnya ya itu orang godain perempuan".
Waktu demi waktu masih berputar sampai menjelang petang, masih berdiri tegak di tengah demonstrasi ini, makin ramai yang datang, makin banyak makhluk tuhan yang paling seksi berdatangan, makin banyak juga yang suat suit sial siul di dalam demonstrasi tersebut.
Waduh padahal ini kan demonstrasi mahasiswa yang terkenal kaum intelektual lohh, tapi kok masih saja ada yang seperti itu di kalangan mahasiswa.
Namun perempuan juga tak begitu sadar kalau mereka sedang diganggu oleh laki-laki yang matanya seperti keranjang atau bisa disebut mata keranjang. Mata keranjang yang suka mengganggu dengan siulan itu yang biasa disebut cat-calling juga tak sadar bahwa mereka kaum intelektual yang disebut sebagai maha dari para siswa atau siswa yang menjadi mahasiswa. Mereka yang melakukan cat-calling hanya beranggapan itu sebagai keisengan semata, namun bagaimana bila itu berbalik berlawanan menjadi perempuan yang menggoda para laki-laki dan apakah laki-laki itu akan merasa resah atau tidak?.
Bahkan dalam mahasiswa yang berpendidikan tinggi pun masih saja ada cat-calling yang beranggapan hanya keisengan didalam sebuah kumpulan maupun tongkrongan dari kaum laki-laki tersebut.
Kembali lagi menuju jarwo yang sudah melakukan cat-calling tersebut, jarwo merasa senang ketika ia telah melakukan cat-calling itu. Namun ketika si jarwo dijungkir balikan saat dia jalan sendiri dan digoda-goda dengan perempuan manapun ia juga merasa risih ataupun gelisah saat kedapatan cat-calling.
Namun dikalangan jarwo yang sebagai mahasiswa itu masih juga banyak yang tidak sadar bahwa dia telah melakukan kesalahan fatal pada kaum perempuan. Bahwa masih banyak juga kaum intelektual kampus yang masih melakukan cat-calling, yang lebih memalukan jika ada mahasiswa jurusan ilmu sosial yang melakukan cat-calling, sudah jelas mahasiswa jurusan sosial yang belajar tentang Gender tetapi masih saja mereka tetap tak mengerti tentang materi tersebut, sungguh pilu dosen yang mengajarinya kalau mengetahui mahasiswanya ndablek seperti itu. Sebagaimana mungkin kalau siulan cat-calling tersebut diganti saja dengan nama yang lebih nyeleneh seperti penggoda, hidung belang.
Tuesday, 20 August 2019
Uniknya Lingkungan yang Menimbulkan Keresahan Masyarakat
Polusi udara bukan lagi hal yang biasa bagi kota jakarta yang dipenuhi kabut kabut yang tidak seperti kabut biasanya di pegunungan. Sudah bukan hal yang lumrah membicarakan polusi udara dijakarta, baik pendatang maupun warga asli jakarta yang terkena dampaknya sendiri. Bahkan lupa bahwa udara semakin lama semakin buruk karena lupa maupun kurang peduli dengan lingkungan sekitar.
Namun, menelusuri lingkungan daerah lain yang bukan hanya terkena polusi udara tetapi tetapi ada yang terkena dampak limbah dari industri-industri yang menimbulkan dampak sosial dari masyarakat yang berada di lingkungan daerah tersebut.
Mungkin hanya jakarta yang sangat terlihat dari dampak pencemaran udara. Tetapi masyarakat yang sangat berdekatan dengan industri Pembangkit Listtik Tenaga Uap (PLTU) yang hanya berjarak 50 sampai 100 meter dari pemukiman masyarakat yang menimbulkan keresahan warga tersebut. Industri tersebut juga sangat dekat dengan ranah pendidikan bagi generasi penerus bangsa yaitu sekolah dasar yang hanya berjarak 200 meter.
Tidak hanya tentang polusi yang selalu dibicarakan, tetapi dalam negara yang membicarakan revolusi 4.0 atau revolusi industri. Seharusnya para petinggi yang juga harus menelisik dalam-dalam tentang kemanusiaan.
Dalam suatu keterpaksaan situasi yang mengharuskan birokrasi membuat lelucon dengan mengatasnamakan revolusi industri yang menghancurkan nilai kemanusiaan dan lingkungan yang kian hancur satu persatu dalam eksploitasi sumber daya alam dan juga penghancuran. Fisik maupun non-fisik generasi muda yang seharusnya menjadi harapan negara yang nantinya akan menjadi individu yang berkualitas dan berkuantitas, berbalik menjadi generasi yang kurang sehat lahir maupun batin.
Bahkan, kebijakan yang seharusnya membuat solusi, sebaliknya menambah masalah dengan memperbanyak energi kotor batu bara. Sehingga sampai terus menerus, mencari dan mengeksploitas batu bara. Sampai akhirnya menuju hilir yang menjadi pembangkit listrik yang lebih besar dengan emisi gas karbon yang lebih besar juga.
Dengan hilir dari energi kotor tersebut menuai konflik yang bukan hanya tentang sosial saja, sehingga menimbulkan masalah lingkungan yang kian lama akan hancur.
Sudah sangat jelas, kini masyarakat sipil telah menyadari bahwa kehancuran lingkungan dari eksploitasi tambang hingga menuju hilir, menjadi bangunan raksasa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Menimbulkan keresahan masyarakat mulai dari petani, nelayan, hingga masyarakat kota yang merasakan dampak polusi dari pembakaran batu bara tersebut.
Jika dilihat dalam sudut pandang sosiologi dengan asumsi konflik. Masyarakat sudah berjuang dengan mempertahankan lingkungannya. Masyarakat yang mempunyai fungsi positif dari keresahan yang dalam ketimpangan yang dialami dari konflik tersebut yang mempunyai dampak positif dalam meningkatkan integrasi sosial ketika isu konflik bersifat terbuka dan mekanisme-mekanisme regulasi konflik dapat dikembangkan untuk mengatasi dampaknya. Konflik tersebut meningkatkan solidaritas yang di antara kelompok yang terdampak dari konflik tersebut (Lewis Coser).
Namun dengan kenyataannya bahwa birokrasi yang lebih kuat dalam kebijakannya yang sangat tumpang tindih yang dapat membuat rakyatnya sengsara dalam lahir maupun batin.
Meskipun begitu, masyarakat tetap menggugat walaupun tetap menerima kenyataan yang tidak adil
Tuesday, 2 July 2019
Antara Aku, Kamu, dan IPK yang Menyebalkan
Antara aku, kamu, dan ipk kuliah yang menyebalkan
Sudah banyak pertanyaan penting disaat pertemuan keluarga yang menimbulkan kegundahan seumur hidup disaat jenjang menjadi mahasiswa. Layaknya hal lumrah bagi para tetua, sesepuh, saudara sejagat maupun balita yang baru bisa merangkak.
Diam menjadi salah, menjawab pun juga salah ketika nilai nilai kuliah yang amburadul layaknya big bang jika dikaitkan dengan kosmologi yang mengenai ledakan dashyat didalam kepala yang menggumpal dan akhirnya meledak seperti bom atom meledakan hiroshima dan nagasaki di jepang.
Dengan dalil membicarakan nilai dibanding membicarakan kompeten yang telah dicapai. Namun, tetap saja diantara mereka tetap kokoh dengan pendidikan yang menjunjung tinggi nilai hasil terbaik. Terbelenggu dengan aturan lama yang sudah tertanam kuat dikepala maupun di jiwa.
Lalu apakah konseptual itu bisa dileburkan seperti besi yang sudah tua dan tak terpakai?. Ekspetasi seperti itu sudah terbayangkan dari saya sejak lahir sampai sebesar pohon mangga yang berusia 2tahun ini. Stigma negatif dan kasar tentang pengalaman aktif didalam kehidupan yang sudah gundah gulana ini, membuat hidup semakin rumit menjadi benang kusut yang tak bisa dipakai lagi.
Tentu saja bagi generasi kaum milenial yang dipandang sebelah mata. pembuktian hanya sebatas omong kosong bagi mereka yang mengganggap nilai sebuah capaian terbaik dalam dunia maupun akhirat. Tanpa tahu menahu sudah banyak kompeten yang kita miliki dalam berbagai aktivitas di kehidupan yang bukan hanya sebatas nilai.
Menyinggung peran keluarga yang harusnya mendidik anaknya dengan baik, tetapi hanya menjadi terpaku dengan nilai. Hobi maupun karya juga hanya dilihat tapi tak di apresiasikan demi kebahagiaan anaknya.
Mengutip dari sudut pandang sosiologi tentang proposisi sukses "Semakin sering tindakan seseorang diberi penghargaan, orang itu akan semakin mungkin melakukan tindakan itu. (Homans, 1974: 16)". Bahwa peran keluarga sangatlah penting dalam mengapresiasi tindakan anaknya didalam keluarga.
Persoalan ini memungkinkan bagi para pasutri-pasutri muda yang menanamkan konsep bahwa nilai bukanlah acuan pertama, nilai boleh saja terbaik namun generasi milenial juga ingin mendapatkan suatu apresiasi maupun penghargaan dalam segala pencapaian yang telah generasi milenial capai selama jangka waktu hidupnya yang kian membosankan.